"Ketika karya pertama saya keluar, tanggapan masyarakat terhadap penulis perempuan bisa sekeras itu. 20 tahun lalu berbeda dengan pembacaan sekarang. Ada baik atau tidak baiknya segala sesuatu itu yang mereka bicarakan adalah sesuatu di luar karya tersebut," ujar Djenar Maesa Ayu ditemui di Kinokuniya Plaza Senayan, Kamis (17/1/2019).
Sebagian besar yang mengkritik karya Djenar di awal dekade 2000-an adalah mereka yang tidak membaca. Serta hanya mengomentari dari persoalan gaya berpakaian, gaya hidup, dan lain-lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nama Djenar Maesa Ayu yang muncul di dekade 2000-an dikenal sebagai pendobrak penulis perempuan Tanah Air. Keberaniannya menulis tema feminisme dianggap sebagai kelanjutan dan kebangkitan dari penulis perempuan.
Ratih Kumala yang sudah menerbitkan 5 novel dan 2 buku kumpulan cerpen mengatakan tantangan bagi penulis perempuan masa kini bukanlah isu maupun tema yang dituliskan. Namun ada persoalan lainnya.
"Semakin ke sini, penulis perempuan tuh dihadapkan dengan penulis yang berada di era milenial. Penulis laku-laki juga mengalami hal itu, itu menjadi tantangan yang berbeda," kata penulis 'Kronik Betawi' tersebut.
Ketika Gramedia Pustaka Utama (GPU) maupun Grasindo mau menerbitkan karyanya, ia pun berterima kasih. Di masa sekarang, banyak penulis yang mengalami kemudahan untuk merilis karya, misalnya saja di platform Watpadd, Stellar, dan lain-lain.
"Sekarang tuh bukan tentang penulis perempuan saja tapi penulis di era digital," pungkasnya.