Tapi jika Anda memaksa, sinopsisnya adalah ini: satu grup pembuat film sedang membuat film zombie di sebuah gedung yang terlantar. Kita menyaksikan lokasi yang mendukung untuk syuting sebuah film hantu. Kemudian mereka mengetahui bahwa lokasi yang sedang mereka pakai dipakai oleh pemerintah Jepang untuk melakukan eksperimen menyeramkan terhadap manusia setahun sebelumnya.
Tentu saja kerusuhan terjadi. Ternyata di tengah mereka syuting film zombie. Ada zombie beneran yang menyusup dan menyerang mereka. Satu per satu kru dan pemain berhamburan dan mulai panik. Kini mereka mencoba menyelamatkan nyawa mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kegilaan pertama adalah bagaimana Shinichiro Ueda mempersembahkan sebuah babak pertama panjang selama 37 menit tanpa cut. Disajikan dalam keliaran B-movie, babak pertama ini mungkin akan membuat Anda gelisah atau muak atau bahagia. Tergantung positioning Anda terhadap kekonyolan yang tidak biasa terjadi di sebuah film zombie. Jika Anda berharap ketegangan dan keseriusannya selevel dengan 'War World Z', Anda mungkin akan ingin meninggalkan teater. Tapi jika Anda penggemar Stephen Chow atau bahkan mencintai S'haun of the Dead', babak pertama ini adalah sebuah hadiah yang tidak disangka-sangka. Bagaimana cara Shinichiro Ueda bisa melakukan ini adalah sebuah berkah tersendiri.
![]() |
Kemudian kita masuk ke dalam kejutannya. Stop baca tulisan ini jika Anda ingin tetap dikejutkan oleh filmnya. Shiniciro Ueda kemudian memberi tahu tentang pembuatan intro yang baru saja kita lihat tadi. Tokoh-tokoh yang kita lihat tadi sama sekali tidak seperti yang kita duga.
Shinichiro Ueda dengan gagah berani kemudian me-reverse-engineer semua kegilaan, kekonyolan, keabsurdan yang ada di intro-nya dalam sebuah pengalaman menonton paling menakjubkan yang pernah ada. Berkali-kali mereka dihadapkan oleh pilihan sulit dan jalan buntu. Karena perintahnya adalah tontonan live selama setengah jam tanpa cut, mereka menemui jalanan terjal. Berkali-kali pihak televisi meminta mereka untuk berhenti. Ternyata mereka tidak menyerah.
"Buat saja. Tidak apa-apa jelek," kata si produser. Dan Anda harus melihat ekspresi si tokoh utama, Higurashi (Hamatsu Takayuki), yang begitu inginnya ia teriak bahwa ini hidup dan mati dia tapi dia tak punya kuasa. 'One Cut of the Dead' menjelaskan dengan begitu indah, begitu menghibur tentang perjuangan para pembuat film bagaimana sebuah karya dibuat. Sehancur, se-corny dan se-jijik apapun respons Anda terhadap intro-nya, babak terakhir 'One Cut of the Dead' akan membuat Anda mempunyai respect baru terhadap para pembuat film.
Menonton 'One Cut of the Dead' membuat saya disadarkan atas betapa banyaknya effort yang dilakukan oleh para pembuat film saat membuat karya. Betapa kuatnya rasa persaudaraan, rasa kekeluargaan, rasa kebersamaan ketika kita semua berada di tanah yang sama dengan tujuan yang sama. Dan 'One Cut of the Dead' menjelaskan itu semua dengan sederet jokes yang akan membuat Anda tertawa sampai Anda ingin berhenti.
'One Cut of the Dead' tidak hanya mempunyai hati. Ia mempunyai hati yang besar. Endingnya akan membuat Anda bergetar. Kalau Anda seperti saya, Anda mungkin akan berkaca-kaca melihat sosok bapak dan anak perempuannya yang sempat berjarak menjadi rukun kembali. 'One Cut of the Dead' bukan sekadar film tolol tentang zombie. Ini adalah alasan kenapa kita semua pergi ke bioskop dan menonton film.
'One Cut of the Dead' tayang di CGV dan Cinemaxx.
(doc/wes)