Kolaborasi yang berbeda itu memang tak seperti pameran seni biasanya. Kalau biasanya metode maupun teknik berkarya dibicarakan terlebih dahulu bersama-sama, keduanya mengambil cara terbalik.
Baik Hanafi dan Goenawan Mohamad tak ingin repot membicarakannya. Mereka terkesan 'suka-suka' dan 'bermain-main' dengan kanvas serta medium lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Saya yang membuat horizontal, Mas GM buat yang vertikal," tutur Hanafi di sela-sela pembukaan pameran di Galeri Nasional Indonesia (GNI) Jakarta Pusat, Kamis (21/6/2018).
Garis vertikal kerap diidentikkan dengan hubungan antar manusia dengan Sang Pencipta. Serta horizontal bersama sesama manusia yang sejajar. Jika pengunjung masuk ke dalam lagi akan menemui kejutan lainnya. Karya yang tanpa kategori itu, sepanjang proses penggarapan selama 6 bulan, menemukan satu metode yang mereka garap bersama.
Keduanya mengacu pada 3 sosok seniman yang sudah wafat. Ada figuratif objektif maupun non-objektif dari Pablo Picasso, Antoni Tapies, serta Max Ernst. Ketiganya bukan menginspirasi.
"Sama sekali bukan menginspirasi tapi 3 tokoh yang memimpin proses kami berkarya saat ini. Karena adanya percampuran terus menerus jadi hidup," timpal GM.
Dari Picasso, keduanya belajar kubisme. Dari Max Ernst didapatkan garis serta Antoni Tapies yang menggambar benda dan bendanya menjadi bentuk tersendiri. Sedangkan karya instalasi, Hanafi menegaskan bukanlah disebut sebagai karya 3 dimensi. "Itu hanya perkembangan karya dimensi saja."
![]() |
Ada tiga ruang yang dibagi Hanafi dan di dalamnya ada karya instalasi berskala besar. Pengunjung harus masuk pintu yang lebih kecil dan menunduk sedikit, ibarat sebuah pintu rumah yang 'menyalami' pemilik ruangan.
Di antara karya yang ditampilkan, pengunjung akan menemui interpretasi ulang Hanafi dan GM terhadap lukisan Raden Saleh 'Penangkapan Pangeran Diponegoro', instalasi tongkat yang berbentuk piramida, karya yang dipajang secara 'deformasi', re-interpretasi lukisan 'Monalisa', seri erotica, dua lukisan besar Stephen Hawking, sampai seri potret.
Ketika proses berkarya pun, keduanya tak ingin saling egois. "Yang paling menarik dari kerja itu tanpa mengetahui hasilnya nanti. Prinsip saya apa yang terjadi pasti begini jadinya, sebagus apapun itu. Saya juga terkejut dengan hasilnya dan saya ikut berpesta saat ini," tandas Hanafi.
![]() |
Dalam waktu singkat, mereka berhasil membuat 225 karya. Meski seperti karya yang tak pernah berakhir, Hanafi mengatakan karya main-mainnya tersebut belum selesai. Sembari bercanda ia mengucapkan, "Lukisan dan karya lainnya selesai karena deadline pameran," ujarnya terkekeh.
Tanpa memusingkan makna maupun filosofi yang ada di balik karya, Hanafi mengingatkan pengunjung untuk bebas menafsirkan karya. Hal terpenting lainnya adalah menikmati setiap ruangan yang ada di Gedung A. Bagi Anda yang ingin menikmati karya peleburan keduanya, silakan sambangi GNI hingga 2 Juli mendatang. Selamat berpesta bersama Hanafi dan GM!
(tia/srs)