Dua buku Lala sebelumnya 'The Book of Forbidden Feelings' (2016) dan 'The Book pf Invisible Questions' (2017) sukses besar di pasaran. Buku perdananya telah dicetak sebanyak 8 kali, dan seri kedua mencapai cetakan keempat.
Editor Fiksi Gramedia Pustaka Utama Siska Yuanita mengatakan awalnya pihak penerbit tidak ada ekspetasi terhadap hal tersebut khususnya dalam hal menciptakan tren tersendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Dari awal saya dan Lala Bohang ngobrol. Saya menghargai kalau GPU mau bereksperimen dengan hal kayak ini. Ternyata ada pembaca yang menyadari butuh buku ini. Kebetulan buku Lala juga diterima publik," katanya di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, belum lama ini.
Jika ditelisik di dua buku Lala sebelumnya, bukunya sulit ditentukan genre. "Seri the book of itu salah satu bentuk berkeseniannya Lala. Bukan puisi, tapi bukan buku bergambar tapi bentuk Lala berkesenian," tutur Siska.
"Kebetulan saya yang ditugasi menggarap buku ini, saya masukkan ke fiksi. Its a all about fiction, jadi gambang. Bahwa di situ bentuknya mirip puisi dan gambar. Beyond classificiation. Karena Lala bilang ini buku fiksi, maka masuk ke fiksi," lanjutnya.
Karier Lala kini tak hanya berada di ranah visual saja, namun lulusan Arsitektur Unuversitas Parahyangan Bandung itu juga berprofesi sebagai penulis. Aktivitas melukis dan berkesenian juga masih dilakoni Lala.
Bagaimana kiprah Lala dengan buku-bukunya? Simak artikel berikutnya. (tia/dar)