Menurut pria yang akrab disapa Jokpin, sebagai seorang penyair tak seharusnya melupakan media sosial. "Sebelum ada media sosial, saya tidak bisa melihat sejauh mana apresiasi pembaca terhadap karya saya. Ternyata banyak penggemar puisi saya yang retweet atau publish puisi-puisi saya," ujarnya di Gedung Perpustakaan Nasional Indonesia, Jumat (6/4/2018).
Jokpin pun mengakui karya puisinya harus mengikuti perkembangan zaman. Serta menyelami psikologi generasi masa kini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau saya pakai gaya larik ala Amir Hamzah, nggak bakal ada yang baca. Sehingga diksinya harus seperti apa saya pikirkan. Biar menarik minat pembaca muda tanpa mengorbankan isinya," tutur Joko lagi.
Karya puisi-puisi Joko Pinurbo menggunakan kata-kata sederhana dan merupakan perpaduan antara naratif, ironi refleksi diri, dan terkadang kerap mengandung 'kenakalan'. Jenakanya puisinya menjadi nilai plus tersendiri.
Pada 2015 lalu, dia pernah menerima anugerah Khatulistiwa Literary Award lewat buku puisi 'Kekasihku'. Kumpulan puisi pertamanya yang berjudul 'Celana' (199) dicetak ulang oleh Gramedia Pustaka Utama.
Dia mengakui lewat karya puisi karangannya, Jokpin ingin memberikan warna lain bagi dunia sastra Indonesia.
"Saya menawarkan puisi humor dan jenaka lain yang memberikan warna agar terlihat lebih nyata. Terlihat seperti bahasa sehari-hari," tukasnya.
(tia/doc)