Beragam tema dituliskan pria yang akrab disapa Jokpin itu dalam buku kumpulan puisi yang ke-9. Misalnya saja persoalan bahasa Indonesia.
"Kata-kata berdatangan dari berbagai penjuru, awalan ber- dan me- bermunculan pula, dan Tuhan melihat semua itu asyik adanya." (Dongeng Puisi)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Buku latihan tidur pun tertidur, kata-kata tertidur, dan ia minta selamat kepada tidur. Tidur: alamat pulang paling pasti ketika kata-kata kehabisan isi dan tak tahu lagi ke mana akan membawamu pergi. Tidur: mati sunyi di riuh hari." (Buku Latihan Tidur).
Masih dalam permainan kata, di puisi berjudul 'Keluarga Puisi' kata-kata Joko Pinurbo mampu membuat pembaca tertawa. Lewat premis sebuah keluarga bahagia, Joko Pinurbo memberikan plot tak terduga. "Guruku tersenyum serius membaca tulisanku. Ia mendatangiku dan berkata bahwa aku telah membuat karangan bagus tentang keluarga gaib."
Sama halnya dengan 'Langkah-langkah Menulis Puisi', dia menjelaskan tahapan dalam membuat syair namun di langkah ketujuh, dia muncul dengan saran yang bikin terhenyak. Kata 'abrakadabra' dituliskan.
Persoalan agama dan Tuhan juga kerap dibicarakan Joko Pinurbo. Dalam 'Sajak Balsem untuk Gus Mus' dan 'Pemeluk Agama', jelas-jelas Joko Pinurbo menuliskan tema agama.
"Saban hari giat sembahyang. Habis sembahyang terus mencaci. Habis mencaci sembahyang lagi. Habis sembahyang ngajak kelahi." (Sajak Balsem untuk Gus Mus)
Karier kepenyarian Joko Pinurbo dimulai setelah menerbitkan buku kumpulan puisi 'Celana' (1999). Sejak itu puisi-puisinya bermunculan seperti 'Di Bawah Kibaran Sarung' (2001), 'Pacarkecilku' (2002), 'Telepon Genggam' (2003), 'Kekasihku' (2005), 'Kepada Cium' (2007), 'Tahilalat' (2012), 'Baju Bulan' (2013), 'Bulu Matamu: Padang Ilalang' (2014), 'Surat Kopi' (2014), 'Selamat Menunaikan Ibadah Puisi' (2006), dan 'Malam Ini Aku Akan Tidur di Matamu' (2016). Sejumlah puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Jerman.
(tia/doc)