Menurut Genta, awalnya tahun tujuh tahun lalu dia sama sekali tak tertarik untuk menulis. Namun, sang sutradara Hedi menyakinkan ada 11 juta pembaca forum yang ingin menonton film tersebut.
"Awal mula aku nulis cerita ini, aku tipikal yang nggak suka baca. Nggak betah baca. Kebetulan malam-malam baca Kaskus. Seru juga nulis cerita yang pendek-pendek, simpel yang nggak memusingkan mata. Ya udah pilih horor karena di sana juga banyak horor. Kebetulan aku punya pengalaman sendiri. Tapi cerita itu gimana kalau saya baca juga menarik," buka Genta saat ditemui di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (15/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perasaan aku waktu awal menuliskan aku tidak tahu kalau ceritaku viral. Baru tahu pas diundang Ole Kaskus tapi senggaknya ini bisa aku kasih inspirasi," tambahnya.
Sementara itu, Genta sendiri juga ikut membuat poster film tersebut. Dia juga bercerita mengenai perannya dalam produksi, bahkan ada cerita pengalaman horor saat proses syuting.
"Sempet diskusi sama produser. Pertama berpikir gunakan foto keluarga kek di Kaskus dulu. Aku ingin menyampaikan pesan di poster ini. Aku menggambarkan orang menatap ke liang kubur. Ini juga aku sendiri yang motret dari dalamnya. Gali sendiri. Aku terlibat sudah dari awal Agustus 2016. Aku terlibat dalam penulisan naskahnya. Kami diskusi. Supervisi aja. Kasih saran-saran aja. Menjaga konten agar nggak banyak lari," bebernya.
"Kalo mistis ada, tapi nggak banyak. Paling waktu syuting ada yang kerasukan. Tapi its fine. Karena aku tahu dengan cerita ini aku punya 11 juta pembaca jadi ekspektasi. Tantangannya di film gimana memberikan ekspektasi menjawab imajinasi 11 juta orang ini," imbuhnya.
Di sisi lain sang sutradara, Hedi mengungkapkan saat syuting ia bercerita mengenai lokasi syuting yang mirip bangunan Belanda, hingga para hantu yang akan muncul dalam filmnya.
"Pembaca bayangin ini bangunan Belanda. Tapi pas kami datang nggak begitu tapi tempatnya agak sih memang. Kalo ditanya hal itu (hantu) kita kembali lagi ke PH. Mungkin di awal kami memberitahu secara general dulu. Entah nanti disambung kemana-mana itu akan diskusi. Nanti ada koneksinya. Tidak mungkin juga 13 part masuk semua di film bisa jadi 7 jam, makanya kami simplify," ungkap Hedi.
"Kami mencoba memvisualkan sesuatu kisah nyata tak terlihat. Saya belum bisa bicara banyak sebelum tayang. Cuma treatment yang kami angkat kami mengambil sesuatu yang cukup beda dari narasi dan visualnya penyampaiannya. Kamera kami tidak main-main. Horor biasanya dikesampingkan. Tapi kalau digarap serius jadi maksimal," pungkasnya.
(fbr/tia)