"Tarian kontemporer memang menjadi hype dan daya tarik tersendiri karena banyak yang menggemari. Tapi tradisi juga nggak kalah kok, di sanggar-sanggar tari masih banyak belajar," kata Hartati kepada detikHOT di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), semalam.
Hartati yang sudah puluhan tahun bergelut dalam dunia tari kembali mengungkapkan salah satu contohnya adalah event Jakarta Dance Carnival yang merespons Hari Tari Dunia. Gelaran tersebut berlangsung pada Mei lalu di kawasan sekitar Cikini, Jakarta Pusat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Menari untuk Kebebasan dan Semua Gender |
Saat event tersebut, lanjut Hartati, ada 150 komunitas tari Ibu Kota yang ikut berpartisipasi.
"Satu komunitas bisa 10 orang bahkan lebih, mereka semua ikut menari lho. Artinya kan di sekolah-sekolah dan sanggar tari, aktivitas menari itu masih digemari," katanya lagi.
Meski begitu dari banyaknya komunitas tari yang mengikuti Jakarta Dance Carnival, Hartati menyayangkan tak banyak yang berpartisipasi di Jakarta Dance Meet Up.
"Belum banyak yang berani dan ikut JDMU. Nah, ini yang kami pikirkan semua para penari dan koreografer ikut menari di panggung yang sama. Entah kamu seni tari tradisi atau kontemporer, intinya pentas di panggung yang sama," pungkasnya.
Simak artikel berikutnya! (tia/dar)