Sosok I Nyoman Gunarsa Penting bagi Seni Rupa Indonesia

Sosok I Nyoman Gunarsa Penting bagi Seni Rupa Indonesia

Tia Agnes - detikHot
Senin, 11 Sep 2017 15:15 WIB
Sosok I Nyoman Gunarsa Penting bagi Seni Rupa Indonesia Foto: Laily Rachev/Biro Pers Setpres
Jakarta - Kepergian I Nyoman Gunarsa membawa duka mendalam bagi ranah seni rupa Indonesia. Sosoknya tak hanya dikenal sebagai perupa kenamaan Tanah Air, tapi juga organisatoris.

Hal tersebut dikatakan oleh Kepala Galeri Nasional Indonesia Tubagus 'Andre' Sukmana. "Saya kira sosok Pak Nyoman Gunarsa bisa juga dianggap sebagai tokoh penting di seni rupa Indonesia," ujarnya ketika dihubungi detikHOT, Senin (11/9/2017).

Perjalanan kesenian pelukis asal Klungkung, Bali itu juga dikenal sebagai seorang guru. I Nyoman Gunarsa memang pernah menjadi dosen seni rupa di ISI Yogyakarta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



"Tapi beliau juga seorang organisatoris. Di tahun 1970, turut mendirikan Sanggar Dewata Indonesia. Beliau juga sebagai pemerhati dan pengelola museum," tutur Tubagus 'Andre' Sukmana.

Saat perayaan 60 tahun berkarier I Nyoman Gunarsa di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Tubagus 'Andre' Sukmana juga bertemu dengan Nyoman Gunarsa.

"Baru ketemu, dia yang menyapa saya langsung. Beliau ingatannya juga masih kuat dan mengenali saya. Salah satu yang membuat saya hormat terhadap Beliau adalah Pak Nyoman mau berpameran bareng dengan seniman-seniman muda. Dilihat dari ketokohannya, Beliau sama sekali tidak gengsi dan mau berjajar dengan perupa muda," pungkasnya.



Maestro seni lukis I Nyoman Gunarsa meninggal dunia pada Minggu (10/9) di Klungkung, Bali. Menurut pihak keluarga, upacara adat Ngaben pelukis yang berusia 73 tahun itu bakal diselenggarakan pada Jumat (29/9) mendatang.

I Nyoman Gunarsa aktif menggelar pameran tunggal di Jakarta, Kuala Lumpur, Washington, beberapa kota di Australia, dan Den Haag. Untuk pameran bersama, dia pun aktif dalam forum nasional maupun internasional. Beberapa penghargaan yang diperoleh antara lain Pratisara Affandi Adhi Karya (1976), Karya Terbaik Biennale III dan IV Jakarta (1978 dan 1980), Lempard Prize (1980), dan Medali Perak Biennale I Seni Lukis Yogyakarta (1988).

(tia/dal)

Hide Ads