Kepada detikHOT, Bunga menceritakan dari hobi melukis di tembok yang dilakoni sejak 2010 lalu, dua tahun lalu ia diundang ke festival street art se-Asia Tenggara. Undangannya tersebut didapatkannya dari rekomendasi teman-teman Garduhouse.
"Nama festivalnya Rebel Daughters, teman-teman Garduhouse kenalin dan nawarin aku untuk ikutan acaranya di Singapura," kenangnya ketika ditemui di gathering Ladies on Wall, belum lama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bunga tak berpikir panjang. Ia langsung mengiyakannya dan di ajang bertaraf internasional tersebut, ia bertemu dengan street artist perempuan mancanegara. Di antaranya yang berasal dari Vietnam, Thailand, Filipina, Hong Kong, Malaysia, Singapura, dan lain-lain.
"Dari situ jadi punya link dan kawan-kawan baru," katanya.
Lambat laun, setiap kali bepergian ke negara tertentu, Bunga akan menghubungi kawan barunya lalu berkarya bersama-sama. Menurutnya, tradisi tersebut tidak hanya terjadi di negara tertentu tapi juga di kota di Tanah Air. Street artist di kawasan tersebut akan menjamu kawan lainnya dengan tembok kosong lalu bikin grafiti.
"Ke Thailand, Bali, atau kota lainnya, pasti akan begitu. Begitu pun kalau mereka ke Jakarta, pasti kita bikin grafiti dan mural bareng," tandas perempuan yang kini berprofesi sebagai desainer grafis.
'Ladies on Wall' yang didirikannya bersama dengan female graffiti writers Cyntia pada Mei 2014 sampai sekarang masih mengajak siapa saja yang ingin bergabung. Tanpa syarat yang sulit, seniman grafiti perempuan hanya tinggal ikut gathering bersama Ladies on Wall. Tertarik?
(tia/mmu)