Tamara Pertamina: Seni itu Tak Dibatasi Apapun

Spotlight

Tamara Pertamina: Seni itu Tak Dibatasi Apapun

Tia Agnes - detikHot
Rabu, 27 Apr 2016 14:13 WIB
Foto: Arcolabs Surya University
Jakarta - Bagi Tamara Pertamina, ada satu prinsip yang terus dipegang teguh sampai karya-karyanya telah dikenal masyarakat Australia. Bukan persoalan uang maupun materi namun lebih ke prinsipnya dalam seni.

"Menurutku seni itu tidak dibatasi oleh agama dan gender atau oleh apapun. Lewat seni kita bebas ngomongin apa saja. Menyuarakan tanpa batas," ungkapnya ketika berbicara dengan detikHOT di kediamannya di Yogyakarta, beberapa waktu lalu.

Lewat kesenian pula, Tamara mengubah jalan hidupnya. Dia memutuskan tidak lagi mengamen dan hidup di jalanan, namun mulai belajar tentang seni dan mencoba mengimplementasikan dalam bentuk karya seni. Karya pertama Tamara adalah performing arts di dekat gedung pasca sarjana ISI Yogyakarta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat itu saya merespons pohon-pohon yang ditebang dan itu performing arts," lanjutnya lagi.

Simak: Bermula dari Pengamen, Tamara Pertamina Kini Jadi Seniman Ternama

Di proyek karya 'Powder Room', Tamara menampilkan pesan yang berbeda. Karya seni instalasi yang hadir berupa rangkaian tali rafia dan kantong plastik membentuk rancangan gaun bak fashion haute couture dengan cermin yang terpampang di dinding dalam konsep ruang rias. Bahan plastik yang digunakan seniman seakan mengingatkan bahwa ada ruang artifisial pada penampilan seseorang.

'Powder Room' juga mempermainkan kesan pandangan pertama mengenai hasrat akan komoditi gaun yang terpajang, yang melalui cermin juga  merefleksikan identitas yang ingin ditampilkan oleh seniman. Pakaian merupakan hal pertama yang tampak dari seseorang sehingga menjadi label identitas dan gender. Oleh karena itu pakaian tak ubahnya menjadi sebuah etalase, dipakai untuk memperlihatkan apa yang ingin dipandang oleh orang lain.

"Setiap project punya konsep dan pesan yang disampaikan juga beda. Cuma ingin memposisikan diri sebagai manusia, terlepas gender aku apa. Karena setiap manusia itu unik, nggak cuma satu atau dua orang. Harapannya semoga siapapun bisa memposisikan segala sesuatunya dengan sama," pungkas Tamara.

Tamara mulai berkenalan dengan proyek-proyek seni sejak 2012. Ia bergabung dengan Makcik Project, pameran hasil proyek seni yang melibatkan komunitas waria. Acara itu juga merupakan program Parallel Event Biennale Jogja XII Equator #2 yang saat itu dikuratori oleh Grace Samboh.

Tamara yang belajar berkarya secara informal telah berpartisipasi dalam berbagai kegiatan seni rupa dan performance di berbagai kota di Indonesia. Sebagian kegiatan yang telah diikutinya adalah: Bandung New Emergence Vol.5 , Different Thing We Talk About di Jakarta, Gertrude Contemporary #BanyakBanyak Project  di Yogyakarta. Ketertarikan Tamara pada isu gender berangkat dari pengalaman personalnya, namun ia juga mengeksplorasi isu-isu sosial yang terjadi di sekitarnya.

(tia/mmu)

Hide Ads