Pendiri Mila Art Dance ini menceritakan saat awal kuliah beberapa tahun lalu di ISI Yogkarta, ia sempat menjadi penari Keraton Yogyakarta yang selalu pentas tiap akhir pekan. "Dari Rumah Budaya Tembi, saya diajakin buat nari di keraton kira-kira 2007 atau 2008. Itu senang banget," ucapnya kepada detikHOT belum lama ini.
Sejak kecil, Mila memang sudah menguasai tari tradisi Jawa dan Bali. Kedua tarian tersebut dikuasainya di luar kepala dan paham mengenai filosofinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu cerita yang diingatnya mengenai honor menari tersebut. "Beberapa kali saya menari di keraton dan dibayar belasan ribu. Tapi alhamdulillah dikasih kesempatan menari tradisi di sana senang banget," ucap Mila berbinar-binar.
Putri sulung dari pasangan Sudarwoto dan Endang Sukeksi akhirnya eksis di dunia tari kontemporer. Menurutnya, ada perbedaan menari tradisi dan kontemporer.
"Ketika ke luar negeri dan menari tradisi. Kita menjelaskan filosofinya apa, latar belakang, proses, itu selesai. Tapi ketika kontemporer, nggak selesai sampai di situ saja," ungkapnya.
Baca Juga: Bikin Tarian Bidan, Koreografer Mila Rosinta Riset Sampai ke Ruang Operasi
Ada situasi yang membuatnya selalu tak nyaman dan ingin merenung membuat tarian terbaru terus-menerus. "Memang sih hidup jadi nggak nyaman terus," kata Mila tertawa.
Kini, ia merasa punya tugas penting bagi seorang koreogreafer muda bagi generasi berikutnya. Yakni, membuat tarian kontemporer yang nantinya akan menjadi tradisi puluhan tahun kemudian.
"Tapi tetap punya roso yang membudaya," ujar wanita berambut panjang ini.
(tia/mmu)