Review Thanksgiving: Mari Bersyukur dengan Banjir Darah

Candra Aditya - detikHot
Jumat, 24 Nov 2023 21:03 WIB
Cuplikan adegan di film Thanksgiving (2023). Dok. Ist
Jakarta -

Kalau Anda menonton Grindhouse, film "main-main" antara Robert Rodriguez dan Quentin Tarantino, salah satu hal yang memancing perhatian selain konsepnya yang memang nakal adalah kemunculan trailer bohongan di dalam filmnya.

Trailer bohong ini tidak hanya jeda yang tepat untuk memisahkan dua film tapi secara estetik, mereka bisa berdiri sendiri dan memberikan kesan yang mendalam. Saking berkesannya, dua diantaranya sudah disadur menjadi film panjang (Machete dan Hobo With A Shotgun).

Sekarang giliran Thanksgiving yang dibuat oleh Eli Roth yang mendapatkan jatah versi panjangnya. Seperti halnya trailer bohongannya, Thanksgiving adalah perayaan sekaligus penghormatan Eli Roth terhadap film-film horor yang ber-setting di hari liburan.

Kalau Anda pecinta horor sejati, judul-judul seperti Black Christmas, Silent Night, April Fool's Day, My Bloody Valentine dan tentu saja Halloween pasti sudah tidak asing di telinga Anda. Berita baiknya adalah seperti halnya film-film tersebut, Thanksgiving sepertinya akan berakhir menjadi salah satu tontonan yang akan selalu diputar untuk merayakan Thanksgiving.

Film ini dibuka dengan Black Friday, sebuah perayaan Thanksgiving dari retail di Amerika dimana mereka mendiskon habis barang-barang mereka. Acara ini kadang justru lebih ditunggu daripada acara utamanya sendiri yaitu berkumpul bersama keluarga dan mengucapkan syukur.

Entah apakah ini statement Eli Roth soal kapitalisme atau memang kegilaan Black Friday layak untuk diabadikan, Thanksgiving memulai terornya dengan serangkaian korban berjatuhan hanya demi diskon. Satu tahun kemudian warga-warga di kota kecil Plymouth sepertinya masih belum bisa move on dari kejadian Black Friday yang mematikan itu.

Pemilik retail yang mencoba menyelamatkan bisnisnya dengan memberikan beasiswa kepada warganya, tahun ini tetap membuka tokonya meskipun tidak sedikit warga yang protes. Anak-anak mudanya disisi lain mulai mendapatkan pesan misterius berupa postingan Instagram dari akun anonim.

Tidak menunggu lama sebelum korban berjatuhan. Melihat korban-korban pembunuh misterius yang menamakan dirinya John Carver itu berada di tempat kejadian setahun yang lalu, sepertinya semua teror ini bukan kebetulan.

Cuplikan adegan dalam film Thanksgiving (2023). Foto: Dok. Ist

Thanksgiving mungkin tidak seliar trailer bohongannya yang benar-benar memanfaatkan mood film slasher 80-annya. Tidak ada film scratch disini. Terornya juga tidak segila trailernya (bagian cheerleader dengan trampolin itu ada tapi tidak seseram versi trailer bohongannya) meskipun Eli Roth benar-benar mengabulkan permintaan para pecinta horor sejati dengan menampilkan begitu banyak korban.

Kalau ada satu hal yang membuat Thanksgiving unggul daripada film-film horor lain yang dirilis tahun ini, itu adalah fakta bahwa film ini memiliki kepribadian. Ditulis oleh Eli Roth dan Jeff Rendell, Thanksgiving dari awal tanpa tedeng aling-aling mengenakan semua referensi film horor yang menjadi idolanya di depan muka.

Shot point-of-view ala film-film slasher menjadi pembuka yang baik untuk memberi tahu penonton film seperti apakah Thanksgiving ini. Meskipun film ini dipersembahkan dengan visual yang modern tapi film ini vibe-nya seperti film-film slasher 80-an in a very best way.

Ia tetap rajin untuk memberikan teror (dan potongan tubuh manusia) kepada penonton setiap 10 menit sekali tapi ia juga tidak malu-malu untuk membuat penonton tertawa. Selera humor yang "sakit" inilah yang menurut saya membuat Thanksgiving sangat unik. Jangan kaget kalau Anda tiba-tiba tertawa setelah menjerit ketakutan.

Sebagai sebuah slasher, Thanksgiving menggunakan Scream (dan juga film-film sejenis seperti Halloween dan Friday The 13 th ) sebagai pegangan. Misteri siapakah John Carver sebenarnya bukanlah suguhan utama film ini. Seperti halnya Final Destination, daya tarik utama film ini sebenarnya adalah bagaimana cara John Carver "menghukum" karakter-karakternya.

Ternyata ada kesenangan sendiri melihat seorang pembunuh yang begitu teatrikal dalam melakukan pekerjaannya (salah satu jenis humor "sakit" yang saya maksudkan diatas). Thanksgiving memang bukan Hostel yang tanpa ampun. Tapi setidaknya dalam film ini penonton tetap disuguhi "daging" yang empuk.

Dimainkan dengan apik oleh para pemainnya (yang tampaknya sadar mereka main film jenis apa sehingga permainan mereka semua kelihatan hiperbola) lalu diedit dengan baik (106 menit!), Thanksgiving menjadi salah satu horor yang tidak hanya berhasil meneror penonton tapi juga membuat saya tertarik untuk melihat apa yang terjadi di film berikutnya.

Dengan pembunuh sekeren dan sekreatif itu, tidak mungkin Eli Roth akan membiarkan dia pensiun. John Carver harus hadir lagi di Thanksgiving berikutnya.

Thanksgiving dapat disaksikan di seluruh jaringan bioskop di Indonesia

Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.



Simak Video "Kala Joe Biden Salah Sebut Taylor Swift Jadi Britney"

(ass/ass)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork