Selain hantu dan makhluk aneh, anak kecil adalah subyek (atau bahkan obyek) yang paling sering dieksploitasi. Anak kecil adalah alat yang sangat efektif untuk membuat penonton emosional. Ia bisa menjadi alat yang sangat powerful untuk memanipulasi penonton.
Dalam Cobweb, film karya Samuel Bodin, anak kecilnya adalah point of view penonton. Peter (Woody Norman) adalah seorang bocah yang malang. Di sekolah teman-temannya kerap mengganggunya. Ia lebih memilih untuk istirahat di dalam kelas bersama Miss Devine (Cleopatra Coleman) daripada di luar dan menjadi mainan anak-anak jahat.
Ini keputusan yang cerdas mengingat teman-teman sekelas Peter luar biasa menyebalkannya. Mereka jenis siswa yang akan merusak mainan Anda tanpa alasan yang jelas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Review The Moon: Rasanya Terjebak Di Bulan |
Horor Peter tidak berhenti di sekolah. Di rumahnya ia kerap mendengar suara aneh dari balik tembok. Kadang seperti suara ketukan, kadang orang mengajaknya bicara. Kedua orang tuanya, Carol (Lizzy Caplan) dan Mark (Anthony Starr), mengatakan berkali-kali bahwa suara yang ia dengar itu tidak ada.
Tapi ketukan-ketukan itu terdengar semakin keras. Peter juga memperhatikan bahwa orang tuanya bertingkah tidak normal, tidak seperti orang tua lain. Misteri apa yang disimpan oleh orang tuanya? Apakah ketukan dari balik tembok itu ada hubungannya dengan kedua orang tuanya?
Sebenarnya agak aneh Cobweb dirilis di musim panas sementara film ini mengambil setting saat Halloween. Penonton di Amerika setuju dengan keanehan ini karena di tengah suksesnya genre horor (Smile, M3GAN, Evil Dead Rise sampai Insidious: The Red Door), Cobweb tidak berhasil perform dengan baik meskipun sutradara Bodin cukup berhasil untuk membuat misteri yang tipis dalam film ini mengganggu penonton.
![]() |
Tentu saja sebagai film horor, "siapa" (atau "apa") yang mengganggu tokoh utamanya disiapkan untuk menjadi sajian spesial di akhir film. Tapi bagi saya, Cobweb berhasil mencengkeram dari awal sampai akhir karena ia berhasil membuat saya tidak nyaman. Bodin mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam merangkai berbagai adegan yang kelihatannya normal menjadi terasa angker.
Skrip yang ditulis oleh Chris Thomas Devlin memang sengaja mempermainkan penonton (sekaligus karakter utamanya). Apakah kedua orang tua Peter jahat? Apakah mereka alasan kenapa ada suara di balik pintu? Keambiguan motivasi kedua orang tua Peter ini-lah yang menjadikan Cobweb seru.
Menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi menjadi salah satu bagian terseru saat menyaksikan film ini. Keberhasilan ini tentu saja juga didukung oleh permainan Lizzy Caplan dan Anthony Starr yang begitu baik. Caplan sangat tahu bagaimana menampilkan sosok ibu frustasi yang kelihatan gila.
Dan kalau Anda menonton The Boys, Anda pasti tahu kapasitas akting Starr yang luar biasa. Disini Starr dan Caplan seperti magnet; kapan pun mereka muncul, mata saya tidak bisa melihat yang lain.Sebagai slow-burn, sayangnya Cobweb kurang berhasil mempersembahkan kejutan yang memuaskan.
Set-up-nya jauh lebih menarik daripada pay-off yang ada di akhir film. Melihat potensi yang ia tampilkan, dan bagaimana Bodin begitu bersenang-senang menata batu bata untuk pondasi terornya, Cobweb bisa lebih dari sekedar ini.
Cobweb dapat disaksikan di seluruh jaringan bioskop di Indonesia.
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International
(ass/ass)