Review Teenage Mutant Ninja Turtles: Mutant Mayhem yang Enerjik, Liar dan Sungguh Menghibur

Review Teenage Mutant Ninja Turtles: Mutant Mayhem yang Enerjik, Liar dan Sungguh Menghibur

Candra Aditya - detikHot
Sabtu, 12 Agu 2023 11:05 WIB
TNMT: Mutant Mayhem
Cuplikan adegan di film animasi Teenage Mutant Ninja Turtles: Mutant Mayhem (2023). Dok. Ist
Jakarta - Mutant Mayhem adalah film ke-sekian dari adaptasi komik karya Kevin Eastman dan Peter Laird. Ada trilogi live action di awal dekade 90-an, ada versi animasi di tahun 2000-an. Tentu saja Anda mungkin tidak akan lupa dengan dua jilid live action yang dimeriahkan oleh Megan Fox dan diproduseri oleh Michael Bay.

Versi terbarunya ini adalah sebuah animasi yang diproduseri oleh jagoan komedi Seth Rogen dan Evan Goldberg. Saya tidak berlebihan ketika mengatakan bahwa versi yang baru ini, Teenage Mutant Ninja Turtles: Mutant Mayhem, adalah adaptasi terbaik tentang sepak terjang para si "kura-kura ninja" sejauh ini.

Dalam Mutant Mayhem, semua latar belakangnya masih sama. Donatello (disuarakan oleh Micah Abbey), Michelangelo (disuarakan oleh Shamon Brown Jr.), Leonardo (disuarakan oleh Nicolas Cantu) dan Raphael (disuarakan oleh Brady Noon) adalah kura-kura yang berubah jadi mutan dikarenakan sebuah cairan yang dibuat oleh seorang ilmuwan bernama Baxter Stockman (disuarakan oleh Giancarlo Esposito).

Mereka tinggal di selokan bersama bapak mereka, mutan tikus bernama Splinter (disuarakan oleh Jackie Chan) yang mengajari para kura-kura ini untuk membela dirinya. Tidak ada sesuatu yang menghebohkan dalam hidup Donatello, Michelangelo, Leonardo dan Raphael kecuali kenyataan bahwa mereka menginginkan kehidupan remaja yang normal.

Saat "belanja", mereka sempat menyaksikan film remaja klasik Ferris Bueller's Day Off karya John Hughes dan mereka iri setengah mati dengan apa yang mereka lihat. Kemudian suatu malam mereka melakukan sesuatu yang membuat mereka bertemu dengan April O'Neil (disuarakan oleh Ayo Adebiri), seorang remaja yang terobsesi menjadi jurnalis.

Ide gila muncul di kepala mereka. Bagaimana jika mereka menjadi pahlawan agar manusia yang selama ini takut dengan sosok mereka bisa menerima mereka? Tentu saja semuanya tidak sesederhana itu.

Kalau ada satu hal yang bisa dipuji dari kehadiran dua animasi Spider-Man (baik Into The Spider-Verse atau Across The Spider-Verse) adalah kemampuannya untuk membuat studio lain berani bereksperimen. Sebelum film tersebut, hampir semua film animasi (paling tidak yang dipasarkan untuk penonton secara luas) bentuknya selalu sama. Tidak ada tawaran yang baru. Into The Spider-Verse mengajak studio untuk berani bermain-main.

TNMT: Mutant MayhemCuplikan adegan di film Teenage Mutant Ninja Turtles: Mutant Mayhem (2023). Foto: Dok. Ist

Saya lebih dari senang karena dengan film tersebut kita mendapatkan The Mitchells vs. The Machine dan juga film ini. Yang saya suka sekali dengan Mutant Mayhem ini adalah sutradara Jeff Rowe dan co-director Kyler Spears tidak serta merta meniru gaya Into The Spider-Verse sebagai blue print.

Mereka menciptakan bahasa visual sendiri. New York dalam film ini digambarkan kumuh dan jorok. Desain manusianya sengaja dibuat tidak menarik. Para mutannya dibuat seaneh mungkin, bahkan mungkin masuk kategori body horror (David Cronenberg akan bangga sekali). Desain karakter yang paling enak dilihat justru adalah para kura-kura ninja.

Yang menjadi menarik karena film ini adalah tentang para mutan yang tidak diterima oleh manusia karena mereka terlihat aneh. Banyak sekali visual dalam film ini yang sengaja dibuat ekstrim. Semua sumber cahaya dibuat seperti coretan orang yang sedang marah. Banyak detail yang seperti tidak disempurnakan, sengaja dipersembahkan dalam bentuk acak-acakan. Adegan-adegan yang dibuat dalam cahaya neon juga membuat film ini menjadi unik dan kaya. Visual yang sengaja ekstrim ini bukan hanya sekedar gaya-gayaan. Ia justru menambah esensi dari kisah yang pembuat filmnya sedang pertontonkan.

TNMT: Mutant MayhemCuplikan adegan di film Teenage Mutant Ninja Turtles: Mutant Mayhem (2023). Foto: Dok. Ist

Dari segi plot, Mutant Mayhem mungkin tidak memberikan sesuatu yang mind blowing. Hampir setiap beat-nya bisa ditebak. Penulis skripnya (Seth Rogen, Evan Goldberg, Jeff Rowe, Dan Hernandez dan Benji Samit) merangkai kisahnya dengan berbagai set pieces yang menarik. Hal yang membuat Mutant Mayhem menjadi refreshing (dan menjadi favorit saya dari semua film Teenage Mutant Ninja Turtles yang sudah dirilis) adalah bagaimana ia menggambarkan rasanya menjadi remaja dengan baik.

Dari awal film dimulai, Teenage Mutant Ninja Turtles: Mutant Mayhem memberikan energi yang sangat kuat. Sinematografi dan cara karakternya bergerak memberikan kesan percaya diri yang sangat besar. Dengan musik Trent Reznor dan Atticus Ross yang menggebu-gebu, film ini memiliki semangat yang menggebu-gebu.

Pembuat filmnya sama sekali tidak pernah memandang rendah semua hal sepele yang karakter utamanya inginkan. Rowe berhasil membuat saya berada di mindset yang sama dengan karakter utamanya. Karakter April O'Neill yang juga dibuat sebagai outsider (sangat berbeda dengan apa yang dilakukan Megan Fox di dua film live action sebelumnya) juga membuat persahabatan antara para kura-kura ninja dengan O'Neill menjadi kuat. Film ini akhirnya tidak hanya menjadi seru tapi juga memiliki hati yang besar.

Dalam konteks film animasi, Hollywood mempunyai kecenderungan untuk memilih aktor bernama besar untuk menarik penonton. Film ini tidak memiliki nama yang bombastis tapi semua orang yang ada di belakangnya berhasil memberikan jiwa terhadap karakter-karakter ini.

Mutant Mayhem berhasil mempersembahkan kisahnya karena pengisi suaranya tampil total. Saya bisa merasakan setiap emosi
dan semangat mereka saat karakternya berbicara. Tidak hanya itu, candaan dan celetukan mereka terasa seperti obrolan teman beneran. Tidak kaku seperti beberapa film animasi.

Dengan durasi yang bersahabat (100 menit), Teenage Mutant Ninja Turtles: Mutant Mayhem adalah sebuah hiburan musim panas yang paten. Kalau Anda pecinta petualangan si mutan kura-kura, film ini jelas tidak bisa dilewatkan. Kalau pun Anda tidak begitu suka dengan petualangan Michelangelo, Leonardo, Raphael dan Donatello sebelumnya, yang satu ini pasti akan membuat Anda terkesan.

Teenage Mutant Ninja Turtles: Mutant Mayhem dapat disaksikan di seluruh jaringan bioskop di Indonesia
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.


(ass/ass)

Hide Ads