Review Everything Everywhere All At Once: Multiverse Terbaik Tahun Ini!

ADVERTISEMENT

Review Everything Everywhere All At Once: Multiverse Terbaik Tahun Ini!

Candra Aditya - detikHot
Sabtu, 25 Jun 2022 21:26 WIB
Everything Everywhere All At Once
Foto: dok. A24
Jakarta -

Ketika Doctor Strange in the Multiverse of Madness rilis, Jamie Lee Curtis sempat "menghebohkan" internet karena dia mengklaim bahwa filmnya, Everything Everywhere All At Once, adalah film tentang multiverse yang terbaik saat ini.

Tentu saja tidak sedikit orang yang langsung menghabiskan waktu mereka "meladeni" Jamie Lee Curtis di unggahannya. Apalagi fans Marvel lumayan gahar. Mereka tidak terima dengan statement keras ini. Setelah saya menonton Everything Everywhere All At Once, saya akhirnya mengerti kenapa Jamie Lee Curtis melakukan itu.

Film ini membuat film Marvel tersebut seperti sebuah lelucon.

Dalam Everything Everywhere All At Once kita diajak untuk bertemu dengan sebuah keluarga yang kelihatannya fungsional padahal tidak. Kepala rumah tangganya adalah Evelyn (Michelle Yeoh, dalam penampilan terbaiknya). Evelyn adalah standar tiger mom yang selalu menginginkan yang terbaik untuk putrinya, Joy (Stephanie Hsu, penemuan terbaik), dan selalu memerintah suaminya, Waymond (Ke Huy Quan, comeback yang mempesona). Hari itu, Evelyn spesial stresnya karena selain dia harus laporan pajak dan bertemu dengan Deirdre (Jamie Lee Curtis) yang sangar tapi juga harus mempersiapkan ulang tahun untuk ayahnya, Gong Gong (James Hong).

Kemudian terjadilah sesuatu yang spektakuler ketika di dalam lift Waymond berbicara dengan gaya dan aneh dan memberikan instruksi yang lebih aneh lagi. Saat berbicara dengan Deirdre, Evelyn mencoba melakukan instruksi yang ditulis oleh Waymond dan dia akhirnya berada di dua tempat pada saat yang bersamaan. Seolah-olah ini belum gila, Evelyn mendapatkan informasi dari Waymond yang versi ini kalau dunia sedang dalam bahaya karena seorang master yang sangat jahat bernama Jobu Tupaki sedang berencana untuk menghancurkan dunia.

Ditulis dan disutradarai oleh Daniels (sebuah nama sebutan untuk dua sutradara Daniel Kwan dan Daniel Scheinert), Everything Everywhere All At Once adalah sebuah hadiah terbaik untuk pecinta film mana pun. Hampir semua jenis genre ada di sini. Ditambah dengan drama yang benar-benar ada isinya, dipersembahkan dengan teknis audio visual yang benar-benar gila dan dimainkan dengan sangat kompeten oleh aktor-aktornya, Everything Everywhere All At Once adalah sebuah film yang sangat langka.

Dari segi teknis, siap-siap Anda terkesima dengan apapun yang Daniels tawarkan di film ini karena semua depertemen dalam film ini bekerja optimal untuk menghadirkan sebuah pengalaman menonton yang tidak biasa. Karena film ini memiliki banyak genre di dalamnya, tentu saja ini mempengaruhi visualnya yang benar-benar ramai. Yang mengagumkan adalah bagaimana cara Daniels mencampur-adukkan semua visual yang saling nabrak itu ke dalam satu-kesatuan yang koheren. Anda pasti tidak akan bisa membayangkan bagaimana sebuah frame yang jelas-jelas terinspirasi oleh film Wong Kar Wai kemudian di adegan berikutnya Anda bisa menyaksikan parodi Pixar. Ini hanya salah satu hal gila yang bisa Anda temukan dalam film ini.

Bisa jadi karena Daniels mencuat duluan sebagai sutradara video klip tapi bisa jadi juga karena mereka sangat piawai dalam mengatur gambar. Tapi yang jelas, Everything Everywhere All At Once memiliki kemampuan bercerita yang sangat bagus. Ini adalah sebuah pujian tertinggi mengingat secara cerita, Everything Everywhere All At Once jauh lebih kompleks daripada Doctor Strange misalnya. Daniels tidak hanya tahu bagaimana menggunakan visual untuk membuat penonton tegang tapi ia juga tahu bagaimana cara membuat penonton tertawa. Bahkan mereka bisa melakukannya dalam satu adegan yang sama. Tunggu sampai Anda melihat bagaimana Evelyn harus bertarung sementara lawan-lawannya berjuang untuk... wah saya tidak bisa menuliskannya di sini. Anda harus menyaksikannya di bioskop untuk melihat keabsurdannya.

Everything Everywhere All At OnceEverything Everywhere All At Once Foto: dok. A24

Sementara blocking adegan, kostum, makeup dan production design mempersembahkan yang terbaik supaya penonton tahu "universe" mana yang sedang mereka lihat, editing Paul Rogers bergerak seperti orang keseurupan. Film ini durasinya 140 menit tapi filmnya sama sekali tidak membosankan. Tidak ada satu pun adegan yang dragging. Bahkan di tengah kesibukan yang membuat karakternya puyeng, Daniels masih sempat "bercanda" dengan mengajak penontonnya istirahat dalam sebuah sekuens yang melibatkan batu.

Dari segi skrip, Everything Everywhere All At Once melakukan sebuah pertaruhan yang nekat dengan menggunakan kanvas multiverse untuk bercerita tentang hubungan sebuah keluarga, terutama hubungan ibu dan anak. Inilah yang akhirnya membuat Everything Everywhere All At Once menjadi lebih dari sekadar film tentang multiverse.

Jiwa film ini ada di hubungan antar karakter-karakternya. Keputusan Daniels untuk menceritakan kisah tentang keluarga imigran di Amerika tidak hanya membuat film ini sangat spesifik tapi juga spesial pada saat yang bersamaan. Perjuangan yang dialami oleh Evelyn mungkin tidak semua orang bisa relate tapi gambaran Daniels soal hubungan ibu dan anak yang berjarak pasti bisa dimengerti oleh semua penonton di belahan dunia mana pun. Karena ceritanya yang sangat kompleks inilah, siapapun yang memainkan peran-peran ini harus spektakuler. Dan untunglah Everything Everywhere All At Once memiliki barisan aktor terbaik yang pernah saya lihat.

Saya belum pernah menonton akting Ke Huy Quan sebelumnya tapi dalam Everything Everywhere All At Once, dia berhasil menjelma menjadi siapa pun yang Daniels butuhkan. Waymond yang ia tampilkan sangat beragam dan ia lebih dari kompeten untuk membuat penonton mengerti Waymond mana yang ia sedang tampilkan. Tidak hanya cara berbicaranya berubah, Ke Huy Quan juga sanggup mengubah body language-nya.

Sementara Jamie Lee Curtis mencuri perhatian dengan figurnya yang sengaja dibuat aneh, James Hong membantu Everything Everywhere All At Once di saat-saat yang paling kocak. Harry Shum Jr. yang kebagian jatah dalam sebuah universe yang sangat absurd juga bersinar. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa Everything Everywhere All At Once adalah milik Stephanie Hsu dan Michelle Yeoh.

Stephanie Hsu sangat mempesona karena ia benar-benar tidak bisa diprediksi. Sebagai Joy, dia sangat nyata. Anda bisa melihat diri Anda di Joy. Sebagai Jobu Tupaki, Stephanie Hsu sama sekali tidak kompromi. Dia mengingatkan saya akan Jim Carrey. Sebagus itu memang permainannya. Dia sangat bunglon dan ketika dia berubah, dia tampil seolah-olah semuanya ini gampang dilakukan.

Sementara itu Michelle Yeoh tidak pernah secemerlang ini. Ini adalah peran yang memang ditakdirkan untuk dimainkan olehnya. Untuk memainkan Evelyn, aktor tersebut tidak hanya harus mampu melakukan gerakan akrobat dan melakukan semua koreografi dengan mulus tapi juga harus mampu menjual semua drama yang ada. Dan Michelle Yeoh lebih dari mampu untuk melakukan itu.

Everything Everywhere All At Once adalah etalase untuk memamerkan semua bakatnya. Melihat Michelle Yeoh berantem memang bukan barang baru. Melihatnya bermain drama juga lumayan sering karena Yeoh adalah salah satu aktor yang sangat baik. Dalam Everything Everywhere All At Once, kita mendapatkan kesempatan untuk melihat Michelle Yeoh dalam sisi yang berbeda: melucu. Siapa sangka ternyata Michelle Yeoh memiliki comedic timing yang sangat bagus? Dia tidak hanya bisa membuat saya percaya dengan premis gila ini tapi juga membuat saya tertawa terbahak-bahak.

Pada akhirnya saya percaya bahwa menyukai dua hal yang berbeda adalah hal yang sangat lumrah. Menyukai Doctor Strange in the Multiverse of Madness dan film ini adalah hal yang biasa saja. Tapi skor akhirnya memang saya tidak bisa membantah bahwa seperti perkataan Jamie Lee Curtis, hanya ada satu film terbaik soal multiverse tahun ini. Dan itu adalah Everything Everywhere All At Once.

Everything Everywhere All At Once dapat disaksikan di seluruh jaringan bioskop di Indonesia.

---

Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.

(aay/aay)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT