Jessica Chastain adalah pemain film yang sibuk. Sejak dia muncul dengan menggelegar pada tahun 2011 dengan barisan film yang berkualitas (The Tree of Life, Take Shelter, The Help), artis yang satu ini tidak berhenti untuk berkarya. Tidak hanya dia akhirnya masuk ke jajaran bintang kelas satu, Chastain menjajal semuanya. Dari film yang lalu lalang di berbagai festival film (Zero Dark Thirty, Disappearance of Eleanor Rigby, A Most Violent Year, Molly's Game) sampai film-film blockbuster (Mama, Interstellar, The Martian, Crimson Peak, The Huntsman: Winter's War, X-Men: Dark Phoenix, It Chapter Two). Dengan kualitas aktingnya yang sangat aduhai, tinggal menunggu waktu saja memang bagi Chastain untuk mendapatkan Oscar. Dan siapa yang menyangka, The Eyes of Tammy Faye ternyata adalah film yang membuatnya memegang piala bergengsi itu.
Diadaptasi dari dokumenter yang berjudul sama, The Eyes of Tammy Faye menceritakan tentang Tammy Faye (Jessica Chastain) dari ketika dia masih muda nan naif sampai akhirnya dia terjebak dalam skandal yang disebabkan oleh suaminya, Jim Bakker (Andrew Garfield). Sejak pertama kali penonton bertemu dengan Tammy Faye, sutradara Michael Showalter sudah menggambarkan si perempuan ini sebagai seseorang yang sangat naif. Kita tahu bahwa niatnya baik tapi ia selalu gampang percaya orang.
Tapi kalau ada hal lain yang bisa menggambarkan Tammy Faye, dia sangat gigih. Ketika ibunya yang bernama Rachel (Cherry Jones) melarangnya untuk berhenti sekolah, Tammy Faye tetap ngotot dengan keinginannya khotbah untuk menginspirasi umat Nasrani di seluruh Amerika. Dia tidak pernah menoleh ke belakang dan terus melaksanakan mimpi mulianya ini.
Kemudian Tammy dan Jim mendapatkan ide untuk khotbah di TV. Awalnya acara mereka adem ayem saja meskipun mereka sudah digemari banyak orang. Baru ketika mereka pindah ke stasiun TV baru, kepopuleran Tammy Faye dan Jim meledak luar biasa. Mereka tidak hanya punya penonton tetap tapi penonton juga dengan senang hati menyumbang apapun demi kebaikan bersama. Lifestyle Tammy dan Jim dengan cepat pun berubah dan kepopuleran ini juga akhirnya menambah masalah dalam keluarga mereka. Dan masalah tidak berhenti di sini.
Satu hal yang pasti Jessica Chastain lebih dari kompeten untuk menjadi Tammy Faye dalam film ini meskipun skripnya tidak memberikan daging yang lebih banyak (akting Chastain menurut saya jauh lebih menghentak di miniseri HBO tahun lalu Scenes From A Marriage bersama Oscar Isaac). Semua orang senang dengan komitmen seorang aktor yang menjelma menjadi karakter yang diperankannya. Chastain melakukan itu dengan tenggelam dalam bentuk Tammy Faye yang sangat berbeda dengan dirinya. Tidak berhenti disana, Chastain pun bisa dengan terlihat begitu mudah untuk meniru aksen Tammy Faye yang susah lengkap dengan adegan nyanyi-nyanyi. Usaha Chastain untuk tenggelam ke dalam karakternya ini memang layak untuk mendapatkan Oscar karena sejujurnya tanpa penampilannya, The Eyes of Tammy Faye akan menjadi sebuah biopik yang biasa saja.
![]() |
Seperti kebanyakan biopik lain, The Eyes of Tammy Faye yang ditulis oleh Abe Sylvia lebih fokus untuk memperlihatkan momen-momen yang legendaris kehidupan tokoh utamanya daripada mencoba untuk berusaha memberikan sebuah cerita yang koheren. Penonton tidak pernah diberi tahu kenapa Tammy Faye menjadi seperti itu. Kita hanya disuapi oleh berbagai adegan flashback yang ikonik dan penting dan diharapkan kita bisa mengambil kesimpulan sendiri dari sana.
Dengan subjek cerita yang sangat menarik (dan sangat dikenal terutama di Amerika sana), The Eyes of Tammy Faye menjadi sebuah film yang mengecewakan karena ceritanya sangat dangkal. Semuanya hanya di permukaan. Padahal ada banyak hal yang menarik untuk dibahas mulai dari obsesinya dengan makeup yang sangat tebal, kebaikannya yang melebihi normal ,sampai hubungan rumah tangganya yang sangat rumit. Film ini tidak pernah memberikan statement keras bahwa ada kemungkinan Jim Bakker adalah seorang homoseksual tapi ia sempat bermain-main untuk memberikan gambaran itu. Ini saja lebih dari menarik untuk dikulik tapi sayangnya pembuatnya fokus untuk mereka ulang adegan-adegan yang bombastis.
Baca juga: Review Umma: Ibu Datang Lagi |
Satu hal yang pasti, film ini sangat baik dalam menggambarkan Tammy Faye. Ia digambarkan sebagai sosok yang sangat baik hati meskipun dia sangat nyentrik. Dia bisa mengguncang semua orang alim dengan menghadirkan pasien AIDS di tengah-tengah kehebohan penyakit ini pada dekade 80-an tapi pada saat yang bersamaan dia tidak pernah curiga dengan kelakuan suaminya yang sangat aneh terhadap finansial mereka.
Secara tone film ini juga kurang jelas maunya jadi apa. Apakah ini total drama? Atau ini adalah sebuah satir yang tersembunyi? Banyak momen yang membuat saya meringis tapi Showalter nampak ragu-ragu untuk menjadikan film ini komedi total. The Eyes of Tammy Faye mungkin tidak akan menjadi film biopik yang akan diingat. Tapi setidaknya dia akan diingat sebagai film yang akhirnya membuat Chastain mendapatkan Oscar pertamanya.
The Eyes of Tammy Faye dapat disaksikan di Disney+ Hotstar.
---
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.