Review Finch: Aksi Tom Hanks Seorang Diri (Sekali Lagi)

Candra Aditya - detikHot
Senin, 15 Nov 2021 14:26 WIB
(Foto: dok. Apple TV+) Finch adalah sebuah tontonan wajib bagi Anda yang rindu dengan tontonan yang emosional dan berkualitas.
Jakarta -

Tom Hanks adalah seorang aktor yang sudah tidak usah dipertanyakan lagi kualitas aktingnya. Dua kali memenangkan Oscar, puluhan penghargaan lainnya, dan entah berapa kali nominasi atas penampilannya. Tom Hanks mempunyai kemampuan yang sangat luar biasa untuk membuat penonton berempati kepadanya. Kemampuan inilah yang akhirnya membuat Finch, film terbaru rilisan Apple TV+ yang disutradarai oleh Miguel Sapochnik (sutradara yang spesialis dipanggil Game of Thrones untuk membuat episode-episode paling menggemparkan), menjadi film yang wajib tonton. Finch sangat bergantung kepada Tom Hanks, tanpanya mungkin film ini akan menjadi sebuah produk yang sangat generik.

Kisahnya sendiri sebenarnya sederhana. Di masa yang akan datang, matahari mengeluarkan solar flare yang menghancurkan ozon sehingga membuat Bumi menjadi tempat yang hampir tidak bisa dihuni lagi karena cuacanya yang sangat ekstrem. Finch (Tom Hanks) adalah satu dari sangat sedikit orang yang masih menapak di atas tanah Bumi. Ia adalah seorang insinyur spesialis robot yang tinggal bersama anjingnya bernama Goodyear dan tinggal di laboratorium tempat ia bekerja.

Saking parahnya keadaan di luar, Finch hanya keluar kalau ada perlu saja, seperti mencari makanan untuk anjingnya. Kali ini dia terobsesi untuk membuat robot demi meneruskan misi utamanya: menjaga Goodyear. Finch tahu kondisi kesehatannya menurun drastis dan tinggal menunggu waktu sebelum ajal menjemput. Berita bagusnya, Finch berhasil menyelesaikan proyeknya. Si robot yang menamai dirinya dengan sebutan Jeff (Caleb Landry Jones) kelakuannya agak mirip bocah karena informasi di kepalanya hanya 72%. Berita buruknya adalah keadaan menjadi sangat gawat yang mengharuskan Finch bersama Goodyear, Jeff, dan Dewey (robot yang sangat ia andalkan) untuk pergi dari sana. Tujuan mereka adalah San Fransisco dan petualangan pun dimulai.

Finch adalah film yang unik karena meskipun dia menggunakan lanskap post-apocalypse sebagai latar untuk bercerita tapi ia lebih fokus ke sisi kemanusiaan daripada situasinya. Kalau Anda mengharapkan sesuatu yang seperti I Am Legend, Anda mungkin akan kecewa. Karena meskipun film ini sama-sama soal survival, tidak ada zombie atau serangan robot jahat di sini. Finch jauh lebih dekat dengan Wall-E, animasi Pixar yang sangat baik itu.

Ditulis oleh Craig Luck dan Ivor Powell, Finch menolak untuk menjelaskan (atau meromantisasi) apa yang terjadi di Bumi. Dan memang tidak perlu sebenarnya karena fokus utamanya adalah soal Finch, anjingnya, dan Dewey. Hubungan mereka dieskplor dengan begitu halus dan lembut sehingga saya langsung bisa relate dengan mereka semua dengan sangat cepat. Dinamika hubungan mereka sangat menarik sehingga ketika karakternya berargumen, saya ikut terlibat dan merasa sedih.

Tom Hanks tahu sekali posisi dia di sini. Dia tahu hidup dan matinya cerita ini adalah di penampilan dia. Dan dia menampilkan itu semudah membalikkan telapak tangan. Tanpa ia berusaha, saya sebagai penonton langsung berempati dengan semua struggle dia. Peran ini sebenarnya menjebak karena Finch seakan diciptakan untuk Hanks, yang seperti karakternya dalam film, punya image "bapak yang baik". Tapi Hanks memainkan peran ini dengan sangat bagus sehingga saya tidak bisa membayangkan aktor lain untuk memerankan tokoh utamanya.

Tapi bukan Hanks saja yang menawan dalam hal ini. Caleb Landry Jones yang memerankan Jeff (dalam motion capture performance yang tentu saja dibantu dengan tim efek spesial yang canggih) lebih dari kompeten untuk membuat robot ini menjadi kesayangan kita semua. Kelakuannya yang menggemaskan membuat film ini sangat menghangatkan. Mencintai Jeff adalah pekerjaan yang sangat mudah karena ia sangat lugu. Di atas kertas sebenarnya aneh sekali memilih Caleb Landry Jones untuk peran robot dalam sebuah drama keluarga yang menyentuh mengingat peran-perannya selama ini selalu mengganggu (saya tidak bisa melupakan aksinya dalam horor Get Out). Tapi Jones mengerjakan tugasnya dengan baik sehingga Jeff terasa sekali progress-nya sepanjang film berjalan.

Melihat nama Miguel Sapochnik sebagai sutradara Finch terasa kikuk karena ia menyutradarai episode-episode Game of Thrones yang paling "heboh" seperti episode Battle of the Bastards atau The Winds of Winter. Keunggulan Sapochnik adalah menciptakan spektakel yang sangat besar dan epik. Rasa epik dan spektakuler itu masih terasa di Finch yang secara visual memang juara. Tapi Sapochnik mempunyai kemampuan lain yang saya tidak pernah lihat sebelumnya: dia berhasil membuat sebuah drama yang sangat menyentuh, sangat lembut, yang saking berhasilnya membuat saya menangis di akhir film.

Di tengah-tengah gempuran film-film yang tugasnya hanya menyajikan ledakan-ledakan, saya sangat bersyukur sekali masih ada orang yang fokus untuk membuat film yang sederhana. Finch adalah sebuah tontonan wajib bagi Anda yang rindu dengan tontonan yang emosional dan berkualitas.

Finch dapat disaksikan di Apple TV+

--

Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.




(aay/aay)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork