The Rise of Skywalker dibuka dengan Kylo Ren (Adam Driver) menemukan wayfinder (semacam peta) yang membawalnya ke Exegol. Di Exegol dia bertemu dengan Palpatine (Ian McDiarmid) yang tentu saja mengatakan bahwa dia menciptakan Snoke (Andy Serkis) untuk membentuk First Order. Dengan cepat Palpatine kemudian menyuruh Kylo untuk membawa Rey (Daisy Ridley) kepadanya.
Sementara Rey sedang berlatih untuk menjadi Jedi yang paling hebat agar dia bisa mengalahkan Kylo dan seluruh First Order, Finn (John Boyega), Poe (Oscar Isaac) dan Chewbacca (Joonas Suotamo) menemukan informasi dari mata-mata First Order. Mereka pun kemudian bersama-sama mencari wayfinder untuk membawa mereka ke Exegol. Dan usaha mereka mencari dimana Exegol berada ini tentu saja membawa mereka ke dalam berbagai petualangan penuh dengan drama, intrik, rahasia yang terungkap dan sebuah pencarian jati diri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Rumusnya adalah "jangan mengacak-ngacak warisan yang sudah ada". Semua yang ada di The Force Awakens adalah apapun yang diinginkan oleh para fans Star Wars. The Force Awakens dipenuhi dengan unsur nostalgia dan hampir setiap momen meneriakkan adegan-adegan iconic dalam trilogi sebelumnya. Memperkenalkan tiga jagoan baru juga menjadi cara yang terjitu meskipun akhirnya banyak yang mengkritik bahwa apapun yang dilakukan Abrams dalam The Force Awakens adalah sesuatu yang malas. Tidak ada satu pun yang original dan semuanya terasa seperti sebuah produk pabrikan.
Masuklah Rian Johnson dalam jilid kedua trilogi baru ini. The Last Jedi adalah anti-tesis dari The Force Awakens atau semua yang sudah dibangun oleh Star Wars. Itu mungkin sebabnya para hardcore fans-nya membenci film ini setengah mati. Bahkan sampai menyerang sutradara dan pemain-pemain The Last Jedi. Yang Rian Johnson lakukan adalah memberi kedalaman dalam mitologi Star Wars. Dia membuat karakter antagonis seperti Kylo Ren menjadi seperti manusia karena dalam hidup tidak ada hitam dan putih. Semuanya abu-abu.
Ia membuat perjuangan menjadi pahlawan terasa seperti beban, bukan panggilan. Johnson membuat peperangan melawan tirani menjadi lebih dari sekedar entertainment. Johnson menunjukkan bahwa perang ini adalah hidup dan mati. Pada singkatnya, dia membuat The Last Jedi menjadi salah satu entry Star Wars paling menarik dan paling mengasyikkan semenjak Empire Strikes Back. Dengan humor yang kering, dialog yang canggih dan adegan-adegan peperangan yang jauh lebih sinematis (warna merah dalam The Last Jedi sungguhlah indah), The Last Jedi berhasil menampik semua ekspektasi fans dan memberikan pondasi baru.
The Rise of Skywalker ternyata hadir untuk menghapus semua apapun yang dibuat oleh Rian Johnson dalam The Last Jedi. Bukannya mengimbangi atau menyamakan kedudukan dengan Rian Johnson, Abrams akhirnya sepakat untuk menyenangkan fans dengan memberikan apapun yang mereka mau. Dalam film ini tidak ada satu pun adegan yang akan membuat Anda bosan karena filmnya bergerak dengan sangat cepat. Penonton diajak loncat-loncat mengarungi besarnya galaksi dengan berbagai plot dan kejadian. Semuanya menyenangkan, semuanya seru tapi tidak ada satu pun yang akan mengagetkan Anda. Tidak ada satu pun adegan yang akan membuat Anda shock seperti yang dilakukan Johnson dalam The Last Jedi karena seperti The Force Awakens film ini bermain aman.
Dari dialog, interaksi antar karakter, keputusan-keputusan karakternya sampai babak klimaks semuanya sesuai dengan kitab yang sudah dibuat oleh George Lucas tiga dekade yang lalu. Tidak ada yang groundbreaking. Tidak ada yang akan membuat Anda terkejut. Jika Anda menyukai The Force Awakens, Anda akan menyukai film ini. Jika Anda menyukai The Last Jedi, film ini akan membuat Anda mengantuk karena film ini sama sekali tidak mempunyai nyali untuk melakukan sesuatu yang radikal.
![]() |
Tidak hanya Abrams masih bermain-main dengan nostalgia dan berusaha keras untuk memaksa penonton untuk merasakan semua emosi dalam adegan-adegan dramatisnya, banyak sekali adegan dalam The Rise of Skywalker yang akan membuat Anda memutar bola mata saking cornynya. Karakter-karakter yang sebelumnya terasa punya kedalaman jadi kembali seperti karikatur. Rey akan tetap menjadi Rey yang berjuang keras berjalan ke arah cahaya. Hilang sudah edge yang diberikan Johnson di film sebelumnya. Poe tetap seperti Han Solo versi KW. Finn dalam film ini tidak berkontribusi apa-apa selain kebanyakan teriak memanggil nama Rey. Dan yang menyedihkan adalah karakter Rose (Kelly Marie Tran) yang perannya turun menjadi extras berdialog. Berbeda dengan perannya dalam The Last Jedi yang krusial, dalam film ini Rose hanya muncul sesekali untuk mengingatkan Anda bahwa dia masih ada.
Visual The Rise of Skywalker masih tetap megah. Disaksikan dalam layar lebar Anda akan merasakan betapa film semegah ini memang membutuhkan uang yang tidak sedikit. Scoring John Williams tetap sakti. Gambarnya Dan Mindel terlihat maut (walaupun tidak semaut Steve Yedlin di film sebelumnya). Dan visual efeknya benar-benar megah.
Bagi pecinta Star Wars kehadiran The Rise of Skywalker memang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Star Wars hadir bukan hanya sebagai hiburan tapi ia adalah salah satu warisan pop culture yang patut dirayakan. Tapi jangan berharap bahwa film ini akan memberikan sesuatu yang liar karena seperti karya-karya Abrams sebelumnya, The Rise of Skywalker asyik untuk disaksikan tapi begitu mudah untuk dilupakan.
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
(tia/tia)