'Mile 22': Ledakan, Pukulan, Teriakan Tanpa Makna

'Mile 22': Ledakan, Pukulan, Teriakan Tanpa Makna

Candra Aditya - detikHot
Jumat, 24 Agu 2018 20:45 WIB
Foto: Dok. Murray Close/Motion Pictures
Jakarta - Peter Berg, sutradara Hollywood terkenal yang menghasilkan hampir 1,5 miliar dollar dari 9 film yang telah ia buat, kabarnya mengkontak Iko Uwais setelah menyaksikan performanya yang luar biasa di film 'The Raid' karya Gareth Evans. Tidak mengherankan jika Peter Berg terkesima. Dia bukan satu-satunya. Hampir seluruh dunia terkesima dengan film tersebut. 'The Raid' berakhir menjadi standar bagaimana sebuah film action dibuat. Dan Iko Uwais mendapatkan kesempatan pertamanya untuk benar-benar menjadi aktor internasional melalui 'Mile 22'.

Seperti kolaborasinya dengan tiga film Mark Wahlberg yang terakhir (The Lone Survivor, Deepwater Horizon dan Patriot's Day), Berg bersiap untuk menghibur penonton dengan adrenalin yang berlebihan. 'Mile 22' melakukannya tanpa foreplay. Film langsung dibuka dengan sebuah misi. Kita menyaksikan sebuah tim super duper rahasia, super duper canggih, super duper efisien bernama overwatch melaksanakan aksinya.

Overwatch dipimpin oleh Mother (John Malkovich) di sebuah ruangan penuh dengan orang-orang cerdas dan monitor-monitor berisikan gambar-gambar satelit dan berbagai CCTV sementara di lapangan James Silva (Mark Wahlberg) mengambil kendali. Diantara mereka adalah Alice (Lauren Cohan), Sam Snow (Ronda Roussey), Douglas (Carlo Alban) dan beberapa orang lain yang namanya gampang dilupakan. Tapi yang jelas mereka semua badass, ahli menggunakan senjata dan ahli mengemudi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam openingnya, kita menyaksikan bagaimana mereka dengan mulusnya masuk ke safehouse agen-agen Rusia yang sedang merencanakan sesuatu yang jahat. Mereka mencoba mencari semacam hard drive yang berisikan lokasi dimana cesium berada. Cesium adalah, menurut Silva di pertengahan film, suatu elemen yang bisa digunakan untuk membuat bom. Katanya hasilnya akan bisa membuat kulit meleleh dari tulang seperti es krim. Sangat mengerikan dan menjelaskan kenapa Overwatch begitu ngoyo ingin mendapatkan benda tersebut.

Namun ternyata misi tersebut gagal total karena lokasi yang mereka cari gagal. Mereka kemudian berada di sebuah kota di Asia Tenggara bernama Indocarr City. Disini mereka kemudian bertemu dengan seorang intel bernama Li Noor (Iko Uwais) yang dipercaya menyimpan rahasia dimana lokasi cesium itu berada. Tadinya Silva skeptis dengan Li Noor karena info yang diberikan sebelumnya tidak kompeten. Tapi ternyata, setelah Li Noor berusaha dibunuh oleh orang-orang pemerintahan, Silva jadi berubah haluan. Dia percaya bahwa Li Noor adalah intel yang bagus.

Li Noor yang memiliki semacam hard drive bersandi yang menunjukkan lokasi cesium meminta suaka. Dia meminta suaka Amerika Serikat dan sebagai gantinya, dia akan memberikan kode sandi. Dengan cepat para anggota Overwatch langsung bergegas untuk mengantarkan Li Noor sampai ke bandara yang jaraknya ternyata 22 mil. Yang tentu saja ternyata tidak semudah yang dibayangkan.

'Mile 22' adalah sebuah action yang berharap bahwa semua hal yang Anda saksikan di layar adalah sebuah sabda nabi yang sangat penting. Semuanya penting, semuanya berhubungan dengan nasib banyak orang. Itulah sebabnya Peter Berg memaksa semua aktornya (kecuali Iko Uwais yang karakternya digambarkan sebagai sosok yang tenang seperti orang-orang Asia yang suka meditasi) untuk berbicara dengan cepat seakan-akan skrip mereka ditulis dengan spasi yang rusak. Tidak berhenti disana, Berg juga memaksa semua aktornya untuk memaki-maki dan menggunakan semua kosa kata kotor mereka dengan emosi tingkat tinggi untuk membuat semuanya terasa urgent. Dalam beberapa kasus hal ini bisa menjadikan apapun yang ada di layar menjadi penting dan terasa menggetarkan. Tapi dalam 'Mile 22', semua itu terasa hampa dan setelah beberapa menit, akan terasa memuakkan.

Ini semua terjadi karena editingnya yang cepat dan lompat-lompat. Ia berharap agar kecepatan gambar yang berganti akan memberikan ilusi bahwa yang Anda saksikan di bioskop adalah hidup dan mati. Adrenalin yang menyambar-nyambar. Ilusi tersebut palsu. Karena film ini secara tempo berjalan cukup pelan karena film baru masuk babak kedua setelah film berjalan setengah jam. Semua omong kosong dan teriakan para aktornya, lengkap dengan semua makian dan kata kotornya yang terjadi sepanjang film, adalah bumbu-bumbu.

Ketika filmnya sudah masuk ke konflik, 'Mile 22' memang menjadi agak sedikit menyenangkan. Peter Berg yang suka main tembak-tembakan dan tentara tentaraan mengeluarkan semua yang ia ketahui tentang bagaimana menjadi agen yang sakti mandraguna. Hanya saja sayang sekali, baik sinematografi dan editing tidak menangkap apa yang seru. Adegan laga dan adegan aksi ditampilkan dengan begitu cepat untuk menipu penonton bahwa karakter karakternya adalah dewa. Tapi kita hanya melihat kilatan. Kita tidak menyaksikan kekuatan yang sebenarnya. Bandingkan dengan film seperti, ehem, 'The Raid', yang menunjukkan bagaimana para polisi saling beraksi. Anda benar-benar diperlihatkan bagaimana hand-to-hand combat terjadi. Dan apa yang terjadi jika lampu neon ditusukkan ke leher Anda. Di 'Mile 22' semuanya terjadi secara sekilas seperti lampu disko sehingga penonton tidak bisa meresapi apa yang ada karena Peter Berg segera menyeret penonton ke set pieces berikutnya.

Mengenai karakterisasi dan akting, 'Mile 22' adalah film terburuk Peter Berg sejauh ini. Mark Wahlberg akan membuat Anda kesal. Berg berharap agar penonton bisa memahami bahwa ia adalah seorang jenius yang tersiksa. Tapi yang ada hanyalah seorang bapak-bapak yang suka tereak-tereak dan maki-maki tanpa henti. Ada juga karakter Lauren Cohan yang dibuat dengan karakterisasi lebih. Ia diceritakan sebagai seorang ibu-ibu yang sudah lama tidak bertemu dengan anaknya. Dan ia suka marah-marah karena suaminya, menyebalkan? Semenyebalkan apa? Kenapa dia menyebalkan? Peter Berg tidak menjelaskan ini tapi kita diberi informasi bahwa suami Alice membuat Alice membanting hapenya dan menangis. Berg mencoba mengajak penonton bahwa pekerjaan ini membuat semua orang mempunyai anger issues. Sayangnya Berg tidak memberikan kepribadian yang cukup pada karakter-karakternya untuk membuat penontonnya bertanya "mengapa".

Bagian paling positif dari film ini adalah Iko Uwais. Bintang laga pujaan negara kita ini menunjukkan bahwa ia lebih dari mumpuni untuk bersanding dengan aktor action kenamaan seperti Mark Wahlberg. Ia tampil percaya diri, tidak malu-malu dan tepat sasaran. Iko Uwais mencuri spotlight semua karakter yang ada di film ini karena dia believeable dan tampil paling kalem. Ia tidak perlu berteriak-teriak untuk menunjukkan bahwa dia yang paling jago. Ketika cerita membutuhkan dia untuk menjadi pembunuh, Iko Uwais akan menggunakan kemampuan fisiknya untuk melakukan itu. Dan layar menjadi 10 kali lipat lebih menarik karenanya.

Sebenarya, jika film ini dibuat dengan tangan dan treatment yang berbeda, 'Mile 22' bisa menjadi sebuah film laga yang menyenangkan. Sayangnya tidak. Yang kita dapatkan adalah sekumpulan adegan Mark Wahlberg marah-marah seakan-akan dia tinggal di Jakarta dan bingung mau memilih siapa untuk jadi gubernur. 'Mile 22' akhirnya menjadi film Iko Uwais seorang, dalam suka dan duka. Dan ia membuktikan bahwa 'The Raid' 100 kali jauh lebih baik dari apapun yang ada di film ini.

Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.

[Gambas:Video 20detik]

(mah/mah)

Hide Ads