'Sicario: Day of the Soldado': Sekuel Tak Perlu tapi Tetap Prima & Badass

'Sicario: Day of the Soldado': Sekuel Tak Perlu tapi Tetap Prima & Badass

Candra Aditya - detikHot
Sabtu, 30 Jun 2018 16:41 WIB
Foto: imdb.
Jakarta - Sicario: Day of the Soldado adalah sebuah sekuel yang sebenarnya tidak perlu dibuat mengingat kisah film pertamanya sudah memiliki konklusi yang memuaskan. Ending Sicario memang menyedihkan dan brutal namun akhir tersebut adalah penutup yang luar biasa bagi sebuah thriller kriminal yang mendebarkan. Lalu apa yang ditawarkan Day of the Soldado?

Film ini dibuka dengan sekumpulan imigran Meksiko yang mencoba masuk ke Amerika Serikat. Ketika dihadang oleh petugas perbatasan, salah satu diantaranya ternyata membawa bom dan meledakkan diri. Setelah sebuah ledakan di sebuah supermarket, Amerika kemudian mencoba menyelesaikan ini dengan meminta bantuan kepada Matt Graver (Josh Brolin). Tentu saja Amerika meminta agar misi ini menjadi rahasia dan tidak ada jejak pemerintahan mengikuti apapun rencana yang dilakukan oleh Graver.

Graver kemudian berencana untuk menculik anak dari cartel demi memicu perang teritori antara sesama cartel. Ia kemudian meminta bantuan sobat lamanya, Alejandro Gillick (Benicio del Toro) untuk melakukan pekerjaan ini. Mereka pun menculik Isabela Reyes (Isabela Moner) dan menjalankan sisa misi mereka. Keadaan mulai runyam ketika pemerintah Meksiko ikut campur dan nyawa-nyawa melayang. Pemerintah kemudian meminta Graves untuk menghentikan misi mereka. Graves menolak, Alejandro pun jadi gamang. Nasib mereka semua berada di ujung tanduk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Day of the Soldado bergantung kepada skrip Taylor Sheridan yang sekarang sudah terbukti menjadi penulis handal film-film kriminal. Setelah Sicario, Hell and High Water dan tentu saja Wind River, Sheridan terbukti bahwa ia tidak hanya piawai dalam mengatur teka-teki, misteri dan ketegangan tapi ia juga jago dalam membuat karakter yang manusiawi lengkap dengan dialog-dialog yang asyik. Mengingat Denis Villeneuve (sutradara film pertamanya), Emily Blunt, Roger Deakins (director of photography film pertamanya) dan JΓ³hann JΓ³hannsson (pembuat scoring film pertamanya) tidak kembali, Day of the Soldado sangat bergantung kepada tulisan Sheridan.

Meskipun Day of the Soldado tidak bisa mengimbangi kecerdasan film pertamanya, setidaknya Day of the Soldado tidak berakhir menjadi sekuel yang jelek, meskipun bayang-bayang film pertamanya masih membekas. Dialog-dialog Sheridan masih mengena dan karakterisasi karakter-karakternya tetap membius seperti biasa. Sheridan tahu bagaimana mencampuraduk emosi penonton dan mengatur misteri dengan rapat meskipun ada beberapa bagian yang terasa tidak perlu atau terlalu jelas.

Yang menjadi Day of the Soldado kurang menggigit adalah karena penonton sudah familiar dengan karakter-karakter utamanya. Dalam film pertamanya, Graves dan Alejandro terasa sangat powerful karena kita melihat mereka dari mata Kate (Emily Blunt) yang merupakan outsider. Cara kerja mereka yang out of the box dan kompas moral mereka yang sangat rusak membyat Sicario menjadi sebuah character study yang sangat menarik. Dalam Day of the Soldado, Sheridan mencoba menunjukkan sisi Alejandro yang berbeda kepada penonton. Sisi yang belum pernah kita lihat sebelumnya.

Namun hal tersebut ternyata terasa janggal meskipun tidak seratus persen out of the character. Sisi tersebut terasa wagu karena pembuat film ini tetap mempertahankan identitas Day of the Soldado sebagai sebuah film kriminal yang realistis, yang kadang memang tidak mempunyai hati nurani. Realitanya sengaja dibuat gelap. Tidak ada karakter yang "halus" di film ini. Jika di film sebelumnya kita masih ada Kate yang masih "terang", dalam film ini hampir semuanya gelap.

Bahkan karakter perempuannya, Cynthia Foards (Catherine Keener), bertingkah laku seperti kebanyakan lelaki di film ini. Foards tidak ada bedanya dengan Graves atau pun Alejandro. Dan ini belum termasuk logika yang Sheridan berikan kepada penonton. Kenapa para cartel mau membantu para teroris menerobos perbatasan kalau itu semakin menyulitkan mereka menyebrang ke Amerika?
Tapi meskipun secara plot Day of the Soldado tidak sememuaskan film pertamanya, Stefano Sollima menggarap film ini dengan kesungguhan yang patut diapresiasi. Ia memang tidak bisa menciptakan ketegangan yang mencekam seperti yang dilakukan Villenueve di film pertamanya (adegan menyebrang ke perbatasan Meksiko di film pertamanya adalah momen paling jumpalitan yang pernah ada), tapi setidaknya ia tidak membuat Day of the Soldado menjadi melempem.

Third act-nya juga mencuri perhatian. Membuat apa yang telah Anda saksikan sebelumnya menjadi sebuah penantian yang tidak sia-sia. Ini semua bisa tercapai salah satunya karena Sollima memiliki Josh Brolin dan Benicio del Toro sebagai kartu as-nya. Baik Brolin dan del Toro tidak bermain-main dalam film ini. Mereka seperti kembali ke karakternya dengan nyaman tanpa kendala. Sementara Brolin bisa menunjukkan kebringasannya tanpa effort (Thanos tidak ada apa-apanya dibandingkan Graves), del Toro menunjukkan bahwa bahkan ketika kepalanya dibungkus kain, kita terikat dengan karakternya.

Dariusz Wolski memang belum bisa menandingi gambar Roger Deakins, tapi ia tetap sanggup menghasilkan gambar yang menawan. Begitu juga dengan musik dari Hildur GuΓ°nadΓ³ttir yang powerful untuk membuat jantung Anda berdegup. Day of the Soldado mungkin sebuah sekuel yang tidak perlu tapi setidaknya hasilnya tidak akan mengecewakan Anda meskipun Anda akan sedikit berharap bahwa mereka harusnya berhenti di film pertamanya saja.

Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International. (kmb/kmb)

Hide Ads