Kini, menertawakan hidup ala Ernest yang cerdas nyatanya tak berhenti sampai di situ saja. Di pengujung 2016 ini, film 'Cek Toko Sebelah' menutup akhir tahun dengan manis. Melalui film keduanya ini Ernest seperti mencoba kembali mendobrak kiprah suksesnya. Sedikit terkesan ambisius memang karena cerita yang ia bawa sekarang hadir dengan banyak cabang pada alur plotnya. Namun, bukan berarti lantas filmnya kehilangan daya pikatnya sebagai film yang mempunyai konten cerita yang bagus. Ditulis olehnya, dan dibantu sang istri Meira Anastasia, film besutan Starvision Plus ini hadir membawa momen haru dan sekaligus tawa, mengiringi kisah drama sebuah keluarga (tentu saja cina) pewaris toko sembako.
'Cek Toko Sebelah' mengisahkan tentang Koh Afuk (Chew Kin Wah) sebagai pemilik toko sembako Jaya Baru yang mempunyai dua anak laki-laki, Yohan (Dion Wiyoko) dan adiknya, Erwin (Ernest Prakasa). Semenjak mulai sakit-sakitan, Koh Afuk pun berencana untuk segera pensiun dari mengurus toko. Hingga suatu hari saat dirinya dirawat di rumah sakit, Koh Afuk menginginkan Erwin sebagai pewaris tokonya daripada Yohan. Sebab, meskipun lebih tua, Yohan dianggap sebagai anak yang tidak bisa mengurus hidupnya sendiri, selain pernah mempunyai latar belakang yang mengecewakan bapaknya. Sedangkan Erwin sebaliknya, digambarkan sebagai anak baik kebanggaan keluarga, tipe anak yang serba ideal, pernah mendapat beasiswa di luar negeri, dan sukses dalam karier.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tangan Ernest, toko sembako sebagai sebuah lingkungan kecil bisa potensial dihidupkan dengan lawakan khas para komika-komika lucu, dan aktor-aktor berkualitas. 'Cek Toko Sebelah' kemudian menjadi panggung yang menampilkan potret keragaman rakyat yang membaur dalam satu tempat dengan rukun dan damai. Potret keragaman itu seperti misalnya ketika Toko Pak Nandar yang asli Sunda bersebelahan dengan toko Koh Afuk yang seorang Cina, menyatu di antara kehangatan tawa yang sarat pesan, dalam kemasan humor yang tak muluk-muluk, menampilkan keakraban sebuah lingkungan yang majemuk.
Sebagai sutradara yang pernah berhasil menggarap 'Ngenest' (2015), 'Cek Toko Sebelah' hadir tak kalah memikat sebagai film drama komedi yang menonjol dengan cerita dan materi lawakan khas komika. Melalui kamera Dicky R Maland, Ernest mengarahkan gambar-gambar hidup yang bergerak dinamis, memperlihatkan keadaan toko-toko sembako dengan kesibukannya. Adegan-adegan berkesan khas rakyat kecil juga terlihat ketika seorang tukang roti terekam mendorong gerobaknya yang usang menawarkan daganganya, kuli-kuli yang memanggul karung beras dengan kaus khas cap kecap manis, gadis berhijab yang menyapu halaman toko majikannya, hingga gambar-gambar keakraban ruang-ruang tamu yang penuh foto-foto keluarga.
Jika sebelumnya di 'Ngenest' Ernest masih asyik bermain di areanya sendiri, seputar kisah pribadinya bersama kehidupan masa kecil yang kena "bully", persahabatan, hingga tumbuh dewasa bertemu dengan istrinya, Meira, maka di 'Cek Toko Sebelah' ia melangkah lebih lebar dengan mengambil risiko keluar dari zona nyaman, mengantarkan cerita-cerita yang lebih beragam. Bukan tanpa risiko, karena ada kesan karakter-karakternya yang banyak itu seolah hanya menjadi tempelan saja. Namun, untungnya berkat alur cerita yang punya arah, 'Cek Toko Sebelah' tetap berhasil dengan baik mengantarkan semua cerita dan karakter-karakter tersebut tampil dengan pas sesuai tujuannya.
Kemunculan Kaesang Pangarep yang ditunggu, meski sekejap nongol, tetap memberi adegan yang berarti. Chew Kin Wah paling berhasil mencuri perhatian dan berhasil mengaduk emosi penonton. Selain itu peran Chew juga menjadi salah satu penggerak narasi pada elemen drama yang paling utama. Dion Wiyoko berhasil memainkan tokoh Yohan yang emosional namun tetap melankolis. Adegan ketika Yohan curhat di makam ibunya terlihat sangat matang dan elegan. Duapuluh komika dan komedian yang ditampilkan semuanya hadir dengan menonjol. Meskipun celetukan mereka memang masih terbilang standar, namun gaya humor masing-masing selalu tepat sasaran.
Yang menjadi catatan di film ini adalah pada bagian paruh akhir penyelesaian konflik yang kurang elegan. Beberapa konflik yang muncul memang terlihat datang dan pergi. Sangat disayangkan jika dari awal cerita sudah dibangun dengan sedemikian kompleks, namun di paruh akhir tiba-tiba menemukan konklusi instan yang cukup dangkal. Di sisi lain, film ini sebenarnya juga sudah cukup jeli memberikan berbagai "clue" melalui keping-keping dialog yang dirajut dari awal, menjadi kejutan manis di akhir cerita. Hingga akhirnya, film ini sekali lagi membuktikan kemampuan Ernest Prakasa sebagai penulis, aktor dan sutradara yang semakin baik dan berkembang, menghadirkan sidik jarinya dalam film drama komedi yang penuh tawa sekaligus dan haru.
Masyaril Ahmad penggemar film
(mmu/mmu)