99 Cahaya di Langit Eropa: Drama Pencarian Jejak Islam dalam Keindahan Visual

99 Cahaya di Langit Eropa: Drama Pencarian Jejak Islam dalam Keindahan Visual

- detikHot
Rabu, 04 Des 2013 11:11 WIB
Jakarta - Sejak awal diproduksi, sutradara Guntur Soeharjanto sangat menjaga agar '99 Cahaya di Langit Eropa' tak terjebak sebagai film perjalanan saja. Namun visi dan misi yang diangkat dalam film harus tersampaikan dengan baik kepada penonton. Bagaimana hasilnya?

Mengambil empat negara Eropa sebagai latar tempat, penonton sudah disuguhi keindahan visual sejak awal. Mulai dari Bukit Kahlenberg, Sungai Danube, suasana perkotaan Wina yang modern dan teratur, hingga gedung-gedung dan bangunan yang menjadi ikon.

Kahlenberg adalah daerah bukit atau pegunungan di Wina yang masih menjadi bagian kecil dari gugusan Alpen yang mengitari 7 negara Eropa. Dari sini bisa melihat cantiknya pemandangan kota Wina, termasuk Donau atau Danube, sungai yang membelah kota Wina. Sungai itu juga yang menjadi inspirasi Johann Strauss saat menciptakan lagu waltz The Blue Danube.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukit ini menjadi awal perjalanan Hanum (Acha Septriasa) dalam menapaki jejak peninggalan Islam di Eropa dengan didampingi Fatma (Raline Shah). Bukit tempat pasukan Turki yang dipimpin buyut Fatma, Kara Mustafa Pasha, terusir dari Austria oleh tentara Jerman dan Polandia. Sejarah itu pula yang membuat Ayse (Geccha) sempat di-bully teman-temannya di sekolah.

Perjalanan Hanum menapaki jejak islam, berlanjut ke Paris. Di sana, ia bertemu dengan Marion (Dewi Sandra), ahli sejarah yang memutuskan untuk berhijab setelah menjadi mualaf. Marion memberikan banyak pengetahuan baru pada Hanum, khususnya jejak-jejak peradaban Islam pada karya seni dunia seperti di lukisan Bunda Maria dalam museum Louvre, hingga cerita soal Patung Napoleon Bonaparte yang menghadap lurus ke arah Ka'bah.

'99 Cahaya di Langit Eropa' menyuguhkan dua hal penting yang memang menjadi daya tarik dalam film ini. Pertama, perjalanan ke tempat-tempat yang mungkin belum diketahui penonton, bahwa peradaban Islam sempat berjaya di Eropa melalui peninggalan seni dan budaya yang masih tersisa hingga sekarang.

Yang kedua, interaksi Hanum dan suaminya Rangga (Abimana Aryasatya), serta Fatma pada karakter-karakter di sekitar mereka. Hidup sebagai muslim di negara sekuler, membuat Hanum, Rangga dan Fatma harus beradaptasi dengan kultur setempat, dan keterbatasan dalam menjalankan ibadah. Namun, bagaimana cara mereka menghadapi itu semua dengan sikap yang mencerminkan muslim sesungguhnya, itulah hal utama yang diusung.

Munculnya karakter Stefan (Nino Fernandez) sebagai free thinker yang sering 'menggugat' konsep Ketuhanan, membuat dialog-dialognya dengan Rangga menarik untuk disimak, dan dijawab dengan smart oleh Rangga tanpa kesan menggurui.

Sementara karakter Khan (Alex Abbad) sebagai muslim yang memiliki ideologi yang terkesan 'kolot' dan tak berkompromi dalam urusan agama, memberikan sudut pandang lain pada penonton untuk menyelami pikirannya. Maarja (Marissa Nasution) sukses tampil sebagai wanita penggoda yang sama sekali tak memiliki kesan murahan.

'99 Cahaya di Langit Eropa' menjadi pembuktian bagi Maxima Pictures yang mulai bertransformasi sejak didirikan pada 2004 silam. Film ini juga sesuai dengan harapan penulis novelnya, Hanum Rais dan Rangga Almahendra yang ingin syiar melalui film.

Oleh karena itu, tak berlebihan rasanya saat Presiden SBY menyarankan agar masyarakat menonton film ini di bioskop pada 5 Desember mendatang.






(ich/mmu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads