Di mana-mana politik menjadi kekonyolan tersendiri sampai-sampai sutradara sekelas Steven Spielberg turun gunung. Di tengah kesibukannya mengurusi post-production Ready Player One—akan tayang Maret tahun ini—Steven Spielberg dengan cepat mengerjakan The Post untuk rilis akhir tahun lalu.
Hasilnya adalah sebuah drama yang sungguh relevan dengan kondisi politik saat ini. Editor The Washington Post, Ben Bradlee (Tom Hanks, dalam edisi berapi-api) sedang murka karena New York Post berhasil membuat reportase menggelegar tentang fakta di balik perang di Vietnam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Reportase ini begitu menghebohkan negeri sampai-sampai Presiden Nixon membuat peraturan bahwa koran mana pun yang akan meliput laporan selundupan dari Rand Corporation tentang perang di Vietnam akan dibawa ke pengadilan. Pemilik Washington Post, Katherine Graham (Meryl Streep, seperti biasa tanpa cacat), berusaha keras untuk menyeimbangkan kehidupan sosial dan kehidupan profesionalnya.
Keharmonisan dua hal itu terancam ketika Ben Bradlee datang ke rumahnya dan mengatakan bahwa kemungkinan mereka akan mendapatkan salinan laporan rahasia dari Rand Corporation. Sekarang Katherine Graham dihadapkan oleh dua pilihan sulit: melaporkan aib negara atau mempertahankan warisan keluarga.
The Post adalah film dari Spielberg yang paling bergigi selama sepuluh tahun terakhir. War Horse dan Bridge of Spies tidak bisa menyamai intensitas yang disajikan Spielberg dalam film ini. Terakhir kali Spielberg berhasil membuat drama politik semenarik ini adalah tiga belas tahun lalu saat dia merilis Munich.
Skrip yang ditulis oleh debutan Liz Hannah dan pemenang Oscar Josh Singer—melalui film investigasi jurnalisme pemenang Oscar beberapa tahun lalu, Spotlight—memang tidak selalu mulus. Eksposisinya terlalu lama. Namun begitu Hannah dan Singer membeberkan semua kartunya di meja, The Post berubah menjadi sebuah drama yang menggetarkan. Setiap karakter memegang peranan penting. Setiap keputusan tercatat dalam sejarah.
Spielberg kemudian menggerakkan skrip Hannah dan Singer dengan presisi yang pas. Kamera Janusz Kaminski bergerak liar mengikuti gerak karakter-karakternya yang setengah berlari. Sementara itu musik dari John Williams memberikan tiupan jiwa yang melenakan. Karakteristik dari film jurnalisme yang baik adalah ketika Anda mendadak ingin jadi jurnalis ketika Anda menonton filmnya. The Post tidak hanya membuat Anda ingin menjadi wartawan, tapi juga berhasil untuk memaparkan sejarah tanpa menggurui.
Tom Hanks bisa diandalkan untuk menjadi pemimpin geng yang berkharisma. Dalam The Post, Tom Hanks tampil agak garang meskipun ia masih sempat mengeluarkan aura Tom Hanks yang sering penonton lihat. Karakter Katherine Graham mungkin lebih submisif daripada karakter-karakter yang akhir-akhir ini Meryl Streep perankan. Tapi itu bukan berarti Streep kaku dalam melakukannya. Sebaliknya, Streep mengunyah peran Katherine Graham dengan mudah. Transformasinya dari pasif menjadi aktif bisa dilihat dari gestur, cara bicara dan pancaran di matanya. Tidak mengherankan jika ia lagi-lagi mendapatkan nominasi Oscar atas perannya ini.
Dipimpin oleh dua maestro akting, The Post bergerak dinamis dengan aktor-aktor spektakuler seperti Sarah Paulson, Bob Odenkirk, Tracy Letts, Bradley Whitford, Bruce Greenwood, Matthew Rhys, Carrie Coon, Jesse Plemons, David Cross, Michael Stuhlbarg, Alison Brie sampai komedian Zach Woods.
Para barisan bintang tersebut seakan saling berlomba-lomba untuk tidak mempermalukan diri di depan Spielberg. Hasilnya adalah sebuah ensemble cast yang saling mengisi satu sama lain. Menonton The Post tidak hanya membuat kita teringat sejarah Amerika namun juga menjadi sebuah cermin bagi kita semua. Di zaman dimana semua orang bisa membelokkan fakta demi kepentingan masing-masing, The Post adalah bukti bahwa kebenaran akan selalu menemukan jalannya.
The Post tayang hari ini di jaringan Cinemaxx dan CGV.
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
(wes/wes)