Tapi, banyaknya pendengar muda yang menjadi fans Warpaint sejak mereka merilis album 'Heads Up' tahun lalu, merupakan salah satu alasan saya tertarik menulis resensi ini.
Meski mengusung musik alternative rock, keempat wanita ini tahu betul bagaimana menggaet pendengar baru, yakni menggunakan influence R&B dan hip-hop. Erykah Badu, OutKast, Kendrick Lamar disebut-sebut sebagai sumber inspirasi mereka dalam menggarap 'Heads Up'. Lewat Rough Trade Records, album ini dimotori oleh Jake Bercovici, yang juga merupakan produser dari debut EP mereka, 'Exquisite Corpse' (2008).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simak misalnya lagu 'Don't Wanna' atau 'So Good', mengimbangi Jenny Lee Lindber yang menjadi fondasi band dengan bass-nya (dengarkan 'Whiteout'). Sementara Emiy Kokal serta Theresa Wayman menjaga harmonisasi vokal.
Sesuai dengan judul albumnya, mereka mengangkat kepala untuk terdengar lebih optimis. Cara mereka menulis lagu juga berubah; terdengar lebih matang dan simple. Dibandingkan single 'New Song' yang terlalu pop, saya lebih menjagokan track lain seperti 'The Stall' yang menggabungkan jazz electric piano dengan gitar funky, atau 'Dre' dengan nuansa R&B yang memberi rasa baru dalam musik Warpaint.
Selain itu, momen terbaik 'Heads Up' juga dapat ditemukan pada lagu 'Don't Let Go' yang mengandung mood gelap, dan psychedelic tanpa bikin ngantuk.
Seperti melemparkan cat pada kanvas dan melihat hasil seni apa adanya tanpa banyak mengubahnya, Warpaint tak berusaha untuk menciptakan materi yang sempurna ("Did you come undone?/ Did your become someone unknown?" β'By Your Side'). Di luar musiknya yang menggaet kalangan lebih muda, keempat wanita ini malah berubah jadi lebih dewasa.
Rendy Tsu (@rendytsu) saat ini bekerja sebagai Social Media & Content Strategist. Selain aktif sebagai penulis lepas, ia juga pernah menjadi Music Publicist di salah satu perusahaan rekaman terbesar di Indonesia.
(mmu/mmu)