Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) mewadahi penerimaan hak royalti para pencipta lagu lewat platform Digital Direct License (DDL). Ketua Umum AKSI, Piyu Padi menjelaskan alasan pihaknya mengambil langkah tersebut.
Hal ini berkaitan dengan kinerja Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang dinilai lambat dalam menangani problem royalti para musisi.
"Belakangan ini muncul pernyataan dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang menyatakan bahwa siapa pun yang melakukan Direct License dapat dikenakan sanksi pidana maupun perdata sesuai dengan pasal 119 UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014," ujar Piyu di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (22/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: AKSI Bantah Direct Licence Melanggar Hukum |
Lebih lanjut, Piyu kemudian menjelaskan bahwa platfrom DDL ini menerapkan sistem tanpa perantara. Bahkan, AKSI dikatakan Piyu, tidak menyimpan hak royalti dari komposer yang tidak terdaftar sebagai anggota resminya.
"Oleh karena peran dan fungsi tersebut, AKSI memberikan informasi dan edukasi kepada anggotanya bahwa ada sistem Direct License yaitu sistem lisensi dan pembayaran royalti langsung antara pencipta lagu dan pengguna karya cipta," tegas Piyu.
"Sistem Direct License ini dirasa sangat efektif, efisien, tepat sasaran dan hasil royaltinya dapat dirasakan langsung oleh penciptanya. Sistem Direct License ini sudah di jalankan di beberapa negara dengan terlebih dahulu melakukan Option Out untuk royalti live performance dari Lembaga Manajemen kolektif (LMK)," tegas Piyu lagi.
Piyu Padi juga menegaskan bahwa platform DDL ini real time. Komposer bisa langsung mendapatkan royalti mereka saat penyanyi sudah melakukan perizinan.
Nominal royalti yang ditetapkan juga tak sembarangan. Perihal ini AKSI merujuk pada royalti digital sebanyak 10 persen.
"DDL ini memiliki standarisasi perhitungan, jadi pencipta lagu tidak akan menentukan harga seenaknya," tegas Piyu Padi.
Lebih lanjut, AKSI juga menegaskan bahwa pihaknya tak akan mengambil keuntungan dari platform ini. Mereka hanya ingin mewadahi pencipta lagu untuk mendapatkan haknya.
(pig/dar)