Lembaga Manajemen Kolektif Nasional atau LMKN telah memiliki Sistem Lisensi Online khusus untuk live event yang telah digunakan sejak Mei 2023. Melalui sistem ini, penarikan royalti kategori live event diklaim cukup efisien.
Kepada awak media, LMKN menunjukkan cara sistem tersebut bekerja. LMKN juga secara terang-terangan menjelaskan promotor musik atau penyelenggara konser mana saja yang sudah dan belum membayarkan royalti secara online.
Yessy Kurniawan selaku Komisioner LMKN bagian lisensi, meminta awak media menyebutkan konser di tahun 2023 untuk diketahui status pembayaran royaltinya. Kemudian awak media meminta untuk melihat status gelaran Pestapora 2023.
"Pestapora coba, ada nggak? Nggak ada, berarti nggak bayar," ujar Yessy Kurniawan saat jumpa pers di Kantor LMKN, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (17/1/2024).
Dalam hal ini, Yessy mengingatkan bahwa penyelenggara konser sebagai pengguna hak cipta juga harus punya komitmen untuk meningkatkan royalti bagi kesejahteraan penulis lagu.
"Jadi membuktikan user (pengguna) juga harus menjadi bagian yang concern untuk isu-isu yang sedang diperjuangkan. Jadi, kalau user-nya nggak mau bayar, ya royaltinya juga nggak ada," ucap Yessy.
Lebih lanjut, Komisioner LMKN itu meminta awak media untuk menyebut gelaran musik lain untuk dilihat status pembayarannya. Awak media pun meminta untuk melihat status Jakarta Fair.
Secara mengejutkan, Yessy menyebut status pembayaran royalti Jakarta Fair tidak perlu dilihat. Hal itu karena gelaran tahunan tersebut masuk sebagai pengguna 'nakal' yang sudah mendapat somasi dari LMKN.
"Wah, Jakarta Fair nggak usah dicari. Itu sangat tidak mau bayar. Nggak usah itu, berantem itu sama saya yang begitu-begitu," lanjut Yessy Kurniawan.
"Itu mah nggak mau bayar. Itu sudah masuk list somasi," tegasnya.
Dengan sistem yang digunakan saat ini, LMKN menolak tuduhan tidak transparan. Seluruh data pembayaran royalti dari live event bisa dilihat melalui website www.lmknlisensi.id oleh anggota.
"Jadi, kita sangat transparan dengan pengelolaan konser musik. Jadi itu dengan teknologi kita gunakan sebagai tata kelolanya," tegas Yessy Kurniawan.
LMKN juga bicara perihal contoh kasus promotor yang belum membayarkan royalti pada konser musik taraf Internasional. Royalti yang harus dibayar adalah untuk lagu-lagu musisi Tanah Air yang jadi pembuka konser tersebut.
"Teman-teman di konser asing kita harapkan, kita minta-minta EO harus bayar, karena ternyata band-band pembukanya band anak bangsa kita. Jangan sampai royalti yang besar dibayarkan itu tidak dirasakan oleh band-band terbuka, itu menggunakan karya-karya pencipta muda kita di Indonesia itu sistem LMKN," jelas Yessy Kurniawan.
Hal ini adalah bagian yang sedang difokuskan LMKN perihal royalti. Sebab, konser musisi internasional terbilang acara musik yang sangat besar.
Baca juga: Menilik 'Resep' Peramu Pestapora 2023 |
Belum lama ini juga LMKN mengklaim memperjuangkan royalti musisi Indonesia yang lagunya dinyanyikan saat konser Coldplay. Tentunya dinyanyikan oleh musisi Tanah Air yang jadi pembuka konser.
"LMKN sedang berjuang penuh pada konser yang sangat besar kemarin yaitu Coldplay. Ada lagu anak-anak bangsa kita yang menjadi pembuka acara itu akan mendapatkan pro rata yang sama kalau dia membayar sesuai perhitungan kita," jelas Yessy.
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) lahir berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Undang-Undang tersebut mengamanatkan LMKN untuk menangani pengumpulan royalti penggunaan karya cipta lagu dan musik di Indonesia.
LMKN mempunyai kewenangan untuk mengumpulkan royalti penggunaan karya cipta lagu dan musik dari para pengguna komersial dengan tarif yang ditetapkan dan disahkan dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia dan mendistribusikannya kepada para Pencipta, Pemegang Hak dan Pemilik Hak Terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Simak Video "Video: Ahmad Dhani Heran Royalti Pertunjukan 2023 Cuma Rp 900 Juta"
(pig/nu2)