Ada hal lain yang menarik ketika membicarakan musik tradisional Indonesia. Belakangan, bukan hanya lagu bercorak kedaerahan, misalnya pop Jawa, dangdut koplo, pop Minang, dan lain-lain yang marak beredar di pasaran, tetapi juga lagu yang menggabungkan unsur musik tradisional dan modern.
Menurut Direktur Industri Musik, Film dan Animasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI yang juga merupakan dosen dan penulis buku Musik Itu Politik, Dr. Amin Abdullah, hal itu merupakan pertanda yang baik guna memperkenalkan musik khas Indonesia ke lebih banyak pendengar.
Sebagai contohnya, Amin Abdullah menyebut Dipha Barus yang kerap mencampurkan elemen musik tradisional Indonesia, misalnya gamelan rindik, dalam lagu-lagunya, sebut saja No One Can Stop Us, All Good, Flower, dan lain-lain. Ada pula Weird Genius yang memasukan unsur musik Jawa dan bahkan turut memasukan bahasa Jawa dalam penggalan lirik Lathi, lagu beraliran elektronik yang kemudian mendunia.
Bagi Amin, hal itu pun telah dilakukan sejak lama oleh musisi Indonesia. "Jangan lupa sebenarnya elemen musik tradisi dalam musik pop sudah lama terjadi, ada Guruh Soekarno Putra, Karimata, Makara. Makara kan band progressive rock pernah menggunakan unsur musik Minang, talempong. Karimata juga punya (lagu) Take Off to Padang, ada Djanger Bali dari Indonesia All Stars," ujarnya dalam acara Breakfast with Resso, baru-baru ini.
Dirinya menilai, penggabungan musik tradisional Indonesia dengan musik modern bisa menjadi salah satu ciri khas dan daya tarik tersendiri.
"Pertarungan kita di industri musik ini, ketika kita punya positioning dan diferensiasi produk, itu yang membuat saya percaya diri untuk bersaing," jelasnya.
Amin Abdullah menjelaskan, penggabungan elemen musik tradisional dalam musik modern sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh musisi Indonesia. "Ada grup asal Jerman memasukan melodi tradisional asal Taiwan dalam chorus lagu-nya dan itu sangat terkenal ditonton oleh puluhan juta bahwa ratusan juta orang," ujarnya.
Selain itu, dia juga mengambil contoh musik pop Korea Selatan atau k-pop yang telah sukses memperkenalkan budaya negaranya melalui budaya pop, dalam hal ini musik. Lagu-lagu k-pop didominasi dengan lirik berbahasa Korea dengan notasi yang khas.
Amin melihat, kesuksesan k-pop dalam memperkenalkan budayanya lewat musik tidak serta merta terjadi dalam semalam. Ia mengatakan Indonesia juga bisa melakukan hal itu terhadap musik tradisionalnya apabila digarap dengan serius.
"Kalau kita mau ikut Korea, mereka sudah melakukannya 25 sampai 50 tahun yang lalu, mereka by design. Kalau kita sudah punya konsep yang bisa jadi daya tawar kita, mudah-mudahan ini jadi salah satu kunci kita untuk bertarung," terangnya.
Dipha Barus menjadi salah satu musisi Indonesia yang kerap melakukan pencampuran itu. Dirinya mengaku terinspirasi dari rilisan Indonesia di era 1970-an hingga 1980-an yang sudah melakukan hal tersebut lebih dulu ketimbang dirinya.
"Kalau gue sih sebenarnya sudah explore itu karena kecintaan gue, nggak cuman pada isntrumen kecintaan daerah tapi record-record, kayak Guruh Gipsy, yang cara dia mencampur elemen tradisional di lagu progressive rock. Timbul idea bahwa gue mau nyample (menggunakan sample musik) beberapa pemain gamelan rindik, ngerekam suara tari saman aceh, terus gue reverse, gue reverse akhirnya gue buat elemen baru, dan setelahnya No One Can Stop Us itu adalah hasil eksplorasi gue menjadikan elemen tradisional itu sebagai musik gue," cerita Dipha.
Saat ini, Dipha Barus mengaku masih asyik bereksplorasi dalam ranah tersebut. "Gue sampai sekarang, sampai detik ini pun masih bereksplorasi, gimana sih musik tradisional ini bisa melebur jadi sound yang baru dan dibuat oleh orang Indonesia juga," ungkapnya.
Simak Video "Danilla Riyadi Ngaku Ingin Kolaborasi dengan Dipha Barus"
[Gambas:Video 20detik]
(srs/pus)