Kisah Pilu di Balik Lagu Wake Me Up When September Ends Milik Green Day

Kisah Pilu di Balik Lagu Wake Me Up When September Ends Milik Green Day

Dyah Paramita Saraswati - detikHot
Rabu, 01 Sep 2021 17:53 WIB
NEW YORK, NY - MARCH 15:  Billie Joe Armstrong of Green Day In Concert - Brooklyn, NY at Barclays Center on March 15, 2017 in New York City.  (Photo by Theo Wargo/Getty Images)
Green Day. Foto: Theo Wargo/Getty Images
Jakarta -

September tiba, ada sejumlah lagu tentang bulan ini yang mewarnai dunia musik. Lagu milik Green Day yang berjudul Wake Me Up When September Ends.

Wake Me Up When September Ends adalah lagu yang terdapat dalam album American Idiot (2004) dan menjadi salah satu lagu milik Green Day yang paling dikenal.

Rupanya, selain terkenal, lagu itu pun memiliki kisah pilu di balik pembuatannya. Ide dari lagu itu berangkat dari kisah personal sang pentolan band, Billie Joe Armstrong.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam lagu itu, dirinya mengenang peristiwa meninggalnya sang ayah yang disebabkan oleh kanker esofagus (kanker kerongkongan) pada suatu hari di September 1982. Saat itu, Billie Joe Armstrong masih berusia 10 tahun.

Billie Joe Armstrong pernah membuka kisah pilu itu dalam wawancara di The Howard Stern Show di SiriusXM pada 2019. Dirinya mengatakan bahwa judul Wake Me Up When September Ends adalah kalimat yang ia ucapkan pada sang ibu selepas ayahnya dinyatakan telah tiada.

ADVERTISEMENT

Saat itu, dirinya merasakan kesedihan yang teramat mendalam. Sejak itu, ia selalu mengenang September sebagai bulan kematian ayahnya. Sehingga ia rasanya tidak ingin melewati bulan itu.

"Aku rasa itu adalah hal yang tinggal bersama, bulan September selalu menjadi peringatan atas peristiwa itu. Aku tak tahu, mungkin sejenis kekecewaan," tuturnya dikutip dari NME.

"Rasanya begitu aneh. Ketika hal semacam itu terjadi ketika kamu sangat muda, rasanya seperti hidupmu mulai lagi dari nol," sambungnya.

Hingga kini, dirinya masih mengenang kisah pahit saat kehilangan sang ayah tersebut. Ia pun ingin terus bisa mengenang ayahnya dengan caranya sendiri.

"Aku memikirkannya setiap hari, sungguh. Aku sedikit menghindar untuk menulis tentangnya selama bertahun-tahun dan ketika akhirnya melakukannya sebagai gebrakan, aku merasa senang. Ini bukan emosi yang negatif, ini hanyalah caraku menghargainya," ungkapnya.




(srs/dar)

Hide Ads