Efeknya mungkin tidak masif, tetapi perlahan-lahan dan kadang tanpa disadari. Pola pikir dan budaya patriarki menjadi salah satunya.
Ada banyak produk budaya pop yang mempromosikan nilai-nilai patriarkal, meski tidak sedikit pula yang melawan dan mengkritisi nilai-nilai tersebut melalui produk budaya pop juga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebanyakan lagu cinta yang dinyanyikan oleh penyanyi pria bercerita mengenai betapa seorang pria harus berjuang mendapatkan hati perempuan atau menjadikan tokoh perempuan dalam lagu tersebut sebagai 'objek tatapan' yang "indah", "cantik", "mempesona" dan segala diksi lainnya.
Tidak jarang lirik lagu juga menunjukan sifat posesif dengan pemilihan diksi "perempuanku", "kekasihku", dan lain sebagainya.
Hal tersebut tidak hanya terjadi pada lagu-lagu yang dinyanyikan oleh laki-laki saja. Tak jarang lagu-lagu yang dibawakan perempuan juga membangun konstruksi yang tidak setara. Dimana liriknya bercerita tentang perempuan yang diposisikan 'di tempat' yang lemah.
Diksi-diksi misalnya "menunggu", "tetap setia", "tersakiti", dan lain sebagainya kerap ditemui dalam lirik lagu yang dibawakan oleh penyanyi perempuan.
Meski tidak selalu begitu, tetapi sebaiknya kita tidak menutup mata bahwa lagu-lagu semacam itu masih berkeliaran di industri dan diputar dalam berbagai kesempatan, di radio dan lain sebagainya.
Hari ini detikHOT mencoba membahas mengenai hal-hal tersebut. Simak artikelnya hanya di detikHOT! (srs/nu2)