Di tangan Stephenie Meyer, vampir tiba-tiba menjadi figur cowok bermuka pucat yang rapuh dan labil. Namun, yang lebih membuat jengah barangkali fakta ini: ada cewek remaja yang tergila-gila pada vampir berusia seratus tahun lebih itu, dan rela mati agar terus bisa bersamanya.Â
Sebagai film yang memplesetkan dua sekuel pertama dari empat seri Twilight Saga, karya terbaru duo sutradara-penulis spesialis plesetan ini mestinya bisa mewakili kejengahan itu. Namun, apa boleh buat, 'Vampires Suck' karya Jason Friedberg dan Aaron Seltzer ternyata hanyalah film komedi yang membosankan. Berbeda dengan karya-karya mereka sebelumnya, seperti 'Epic Movie' yang memplesetkan banyak film sekaligus dalam satu rangkaian alur, 'Vampires Sucks' nyaris utuh mengikuti alur cerita 'Twilight' dan 'Eclipse', lengkap dengan penokohannya yang sama persis.Â
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari awal, film ini memang menampilkan dirinya sebagai komedi slapstick yang kasar. Lihat bagaimana ketika ayah Becca dan ayah Jacob yang duduk di kursi roda bertemu, mereka bercanda dengan saling memukul sampai babak belur. Selebihnya adalah lawakan-lawakan ala gay di mana tim Jacob yang telanjang dada dan hanya mengenakan celana super pendek mendadak berdansa mengikuti irama lagu 'It's Raining Men'.
Di sela-sela kepatuhannya mengikuti alur cerita Twilight yang asli, sutradara film ini memasukkan kilasan-kilasan parodi dari film (Gossip Girls, True Blood, Dear John) hingga artis (Black Eyed Peas, Lady Gaga).Â
Setiap momen tentu saja berusaha keras untuk melucu, namun penonton justru merasa bahwa film ini sepertinya merupakan usaha dua sutradaranya untuk membuat diri mereka sendiri tertawa. Sementara penonton berkali-kali seperti berada dalam situasi menahan sesuatu yang mestinya dikeluarkan. Kalau Anda masih ingat rasa bosan ketika menonton 'Epic Movie', maka film ini tidak jauh beda. Tapi, 'Vampires Suck' masih lebih mending karena setidaknya kita masih bisa menyaksikan permainan Jenn Proske yang dengan lucu berhasil meniru persis tingkah laku Bella Swan yang selalu gelisah dan menyibakkan rambutnya.
Matt Lanter yang habis-habisan didandani sebagai manusia-vampir yang pucat dan berbibir merah tidak banyak bisa melucu, dan justru membuat film ini menjadi parodi yang gloomy (kelam) .
Ada bagian yang cukup menarik di akhir, yang menggambarkan kenyataan di luar sana, betapa popularitas Edward maupun Jacob telah melahirkan dua kubu pembela yang berseberangan. Di film ini, hal itu digambarkan dengan dua tim pemandu sorak yang masing-masing mewakili tim Edward dan tim Jacob. Dengan cerita seperti itu, film ini mestinya lebih pas bila diberi judul 'Twillight Suck'.
(iy/iy)











































