Jika bicara soal film terbaik tentunya tak pernah ada kata sepakat di sana, namun beberapa kritikus film sepertinya setuju jika Fist of Fury menjadi salah satu karya terbaik yang pernah dihasilkan Bruce Lee untuk sinema dunia.
Mungkin film tersebut tak se-fenomenal Enter The Dragon, namun film yang dibuat oleh Lo Wei pada 1972 itu menjadi salah satu peninggalan dan literasi di dunia film aksi hingga saat ini. Pada film tersebut Bruce Lee berperan sebagai Chen Zen, ahli bela diri yang ingin membalaskan dendam atas kematian gurunya dari ahli karate asal Jepang (Riki Hashimoto).
Ada beberapa elemen yang sangat disukai masyarakat (Hong Kong) khususnya saat film itu dirilis. Pertama, karena unsur nasionalis yang dikisahkan terkait pemberontakan melawan penjajahan Jepang pada masa dan pemakaian senjata nunchaku atau double stick yang jadi identitas dari sang aktor hingga saat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, pada film tersebut juga memiliki jalan cerita yang lebih menarik dibandingkan film sebelumnya. Berdurasi 102 menit, Fist of Fury menjadi film terlama Bruce Lee namun memiliki grafik emosi yang sangat rapat. Banyak sekali adegan aksi di sana dan terlihat improvisasi pada bagian koreografi jika disandingkan dengan The Big Boss.
Kredit yang diberikan pada bagian koreografi pantas diberikan pada Han Ying Chieh. Jika di film sebelumnya Bruce Lee lebih menangani semuanya sendiri, kini ia mempercayakan adegan-adegan itu pada Han dan menyeleksi apa yang pantas untuk digunakan.
Kolaborasi keduanya pun jadi salah satu adegan ikonik seperti pada adegan pembuka pertarungan di dojo di mana Bruce Lee mengembalikan papan Sick Men of Asia yang bahkan dibuatkan patungnya itu. Pada film tersebut Jackie Chan juga ambil bagian sebagai stuntman dari Riki Hashimoto.
![]() |
Meski menuai sukses besar, ternyata ada ketidakharmonisan yang terjadi antara Lee dan sang sutradara, Lo Wei. Hubungan keduanya yang sempat retak di The Big Boss makin parah di film ini. Bruce Lee pun disebutkan berani memanggil sang sutradara dengan namanya, tak seperti sebelumnya di mana ia memanggilnya Paman Lo atau Sutradara Lo.
Perang komentar di antara keduanya pun kian panas di media-media hingga puncaknya Lee hampir saja membunuh sang sutradara di lokasi syuting akibat komentar yang menyerang keluarga sang aktor. Ia pun harus diamankan oleh polisi di tengah syuting karena hal tersebut.
Dalam sebuah wawancara, Bruce Lee mengaku sangat kesal dengan tindakan Lo di lokasi. Sang sutradara dikenal sebagai penggemar judi, sehingga pada saat syuting ia justru lebih sibuk mendengarkan pacuan kuda dibandingkan melihat adegan yang dilakukan.
Usai pertengkaran tersebut Bruce Lee pun memutuskan untuk mengambil alih produksi selanjutnya dan tak hanya menjadi aktor saja. Ia juga belajar untuk menulis naskah, penyutradaraan hingga menjadi produser atas filmnya sendiri.
Hal ini pula yang melahirkan naskah Game of Death yang ingin ditunjukkannya pada sang kekasih gelap, Betty Ting Pei, di malam kematiannya itu pada 20 Juli 1973.
(ass/tia)