Film Pesantren garapan sutradara Shalahuddin Siregar tengah jadi pembahasan. Meskipun film tersebut baru akan tayang di bioskop Tanah Air pada 26 Mei 2022.
Film Pesantren mendapat sambutan yang baik usai diputar pertama kali di International Documentary Film Festival (IDFA) di Amsterdam pada November 2019. Festival film dokumenter terbesar dan bergengsi itu menjadi bukti kekuatan film tersebut disambut antusias penonton dengan penjualan tiket tak tersisa di dua pemutaran pertama.
Sebelum diedarkan secara luas, film Pesantren menggelar roadshow se-Jawa. 10 pesantren terpilih di pulau tersebut telah menyaksikan lebih dahulu film itu yang didukung oleh Lola Amaria Production (LAP), PT Telkom Indonesia, dan Telkomsel selama kunjungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang teranyar saat diputar di Pesantren Al Furqon Singaparna Tasikmalaya, lebih dari 600 santri dan santriwati begitu terhibur dan terbawa dalam cerita film Pesantren yang seakan-akan menggambarkan langsung cerita mereka mencari ilmu di tempat tersebut. Usai menonton, murid-murid di pesantren memberikan tepuk tangan meriah dan mengapresiasi cerita nyata kehidupan para santri dan santriwati.
Shalahuddin Siregar lalu bicara mengenai Pesantren. Ia membuat film itu tak asal, karena sudah melakukan riset sejak 2015.
"Kenapa tidak ada tokoh sentral, saya memilih untuk memilih bicara sesuatu di film ini. Saya memilih mengambil diskusi-diskusi yang ada di dalam pesantren. Banyak hal yang didiskusikan di dalam pesantren tergambar di film ini," kata Udin.
Shalahuddin Siregar punya pesan berharga dalam Pesantren. Ia ingin tak ada lagi image negatif terkait pesantren.
"Dari riset yang saya lakukan, banyak momen yang bisa saya ambil, terutama para santri putra. Untuk santri putri kita harus ada yang menemani. Dan banyak yang kami tampilkan di film ini dari kehidupan para santri dan santriwati di pesantren. Poin yang saya petik, tidak ada itu pesantren yang disebut-sebut sebagai sarang teroris ataupun pendidikan ke arah itu (radikal). Dari film Pesantren ini tergambarkan bagaimana diskusi para santri tentang kemajuan, keberagaman, toleransi dan juga hal-hal lainnya yang sangat positif," ujar Udin.
Lola Amaria yang diajak kerja sama dengan Shalahuddin Siregar untuk pendistribusian film berkomentar mengenai Pesantren. Ia melihat karya temannya itu begitu bagus.
"Saya lebih ingin film Pesantren ini ditonton banyak orang. Karena banyak pesan baik di film ini dan menggambarkan seutuhnya kehidupan di dalam pesantren dan juga pendidikan yang diberikannya. Ini yang sangat penting dan harus diketahui oleh masyarakat luas," tutur Lola Amaria.
Pimpinan Pondok Pesantren Al Furqon Singaparna Tasikmalaya, Uum Syarif Usman, yang sudah menonton Pesantren turut memberikan apresiasi atas hadirnya film tersebut. Ia mendoakan agar Pesantren mendapat banyak penonton lantaran misinya yang mulia.
"Ketika awal Mba Lola kasih tahu ingin putar film Pesantren di pondok kami, terus terang ada pertanyaan seperti apa film ini? Filmnya kayak apa? Dan ternyata misi utamanya biar masyarakat tahu serta paham, bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang baik dan jangan dibuat dengan stigma yang tidak tepat terhadap pesantren. Banyak kajian-kajian dari mulai soal anjing ada, soal pernikahan ada, soal lainnya banyak sekali kami lakukan kajian. Semakin kita banyak baca kitab tebal, maka semakin banyak ruang diskusi yang kita buka di pesantren. Ya, suasana pesantren itu ya seperti itulah natural tergambar di film ini. Intinya message di film ini sangat bagus dan memang harus banyak yang menontonnya," pungkasnya.
(mau/aay)