Film KTP: Rumitnya Birokrasi dan Diskriminasi Identitas

Film KTP: Rumitnya Birokrasi dan Diskriminasi Identitas

Shifa Nur Fadilla - detikHot
Jumat, 22 Okt 2021 17:52 WIB
Film KTP
Film KTP menyuguhkan komedi satir atas rumitnya birokrasi negeri ini. Dok. Ist
Jakarta -

KTP merupakan sebuah film pendek Indonesia yang disutradarai oleh Bobby Prasetyo dan diproduksi oleh ASA Film. Berlatarkan sebuah perkampungan di Yogyakarta film ini dikemas dengan menggunakan Bahasa Jawa.

KTP bercerita tentang seorang kakek bernama Mbah Karsono yang tinggal di sebuah desa. Saat itu Mbah Karsono didatangi oleh seorang petugas dari kecamatan bernama Darno.

Atas perintah dan ketetapan dari pemerintah, Darmo sebagai petugas dari kecamata mendatangi Mbah Karsono dengan tujuan meminta data yang akan digunakan untuk membuat KTP. Darno menjelaskan pada Mbah Karsono bahwa dengan memiliki KTP nantinya akan mendapat jaminan kesehatan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun masalah muncul ketika Darmo menanyakan agama yang dianut oleh Mbah Karsono. Mbah Karsono menyebutkan bahwa ia menganut kejawen dan sayangnya dalam kolom KTP tidak ada pilihan untuk agama kejawen. Darmo telah menjelaskan pada Mbah Karsono bahwa hanya ada enam pilihan agama yang telah ditetapkan pemerintah.

Darmo mencoba untuk menawarkan pada Mbah Karsono untuk memilih salah satu dari keenam agama yang telah ditetapkan. Namun Mbah Karsono tetap teguh pada pendiriannya bahwa ia adalah penganut kejawen dan tidak mau memilih agama lain untuk mengisi KTPnya.

ADVERTISEMENT

Setelah melalui diskusi bersama para warga setempat, akhirnya disepakati bahwa Mbah Karsono tidak perlu mendapatkan kartu sehat dengan syarat memiliki KTP. Hal itu sebagai bentuk menghormati kepercayaan yang dianut oleh Mbah Karsono. Sebagai gantinya, para warga siap membantu Mbah Karsono bila nantinya Mbah Karsono sakit.

Film pendek bertajuk KTP ini jika dilihat secara sekilas memanglah terlihat biasa saja. Ternyata ada banyak makna yang mendalam dalam film ini.

Cerita Mbah Karsono yang tidak dapat menuliskan kepercayaan kejawen yang dianutnya dalam KTP lantaran pemerintah hanya menyediakan enam pilihan agama adalah sebuah penggambaran bahwa masih adanya diskriminasi identitas terhadap para penganut atau penghayat kepercayaan.

Meski sejak tahun 2017 telah ada Putusan MK yang menyatakan negara wajib mengakui dan menulis penghayat kepercayaan dalam kolom agama di KTP namun kenyataannya masih belum berjalan semestinya.

Masih ada saja para penghayat kepercayaan ini yang belum bisa menuliskan kepercayaannya pada kolom agama di KTP. Hal itu juga bentuk nyata dari rumitnya birokrasi yang masih terjadi saat ini.

Rumitnya birokrasi dan diskriminasi identitas yang terjadi selama ini digambarkan dalam sebuah film bertajuk KTP yang dibalut dengan komedi.

Tak heran jika film yang memiliki makna penting ini berhasil meraih juara 1 Kategori Umum Festival Video Edukasi (FVE) 2016 yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.




(ass/ass)

Hide Ads