"Kalau untuk saya menjalani tokoh sebagai Diponegoro sebetulnya nggak ada kesulitan karena betul-betul itu sudah masuk kedalam hati saya. Kesulitan justru bagi saya adalah jarak, setiap hari harus bolak-balik dari Kulon Progo ke Magelang. Sore, saya harus balik lagi, malam harus balik lagi," katanya.
"Saya rasa nggak ada kalau kesulitan, tetapi yang perlu saya apresiasi adalah Mas Jhon memang luar biasa. Dengan segala macam keterbatasan, akhirnya film ini bisa selesai dan tadi kita lihat, hasilnya luar biasa. Mudah-mudahan, saya pingin film ini tidak hanya sekadar diputar di sekolah-sekolah, tapi bisa dinikmati oleh masyarakat di seluruh Indonesia dengan cara apapun," tutur dia.
"Ini film hanya berdurasi satu setengah jam, tentu tidak secara utuh menceritakan sejarah Diponegoro, tetapi sesuai dengan judulnya 'Titi Mangsa' maka kita mengambil babak terakhir perang Diponegoro. Dimana Pangeran Diponegoro sudah tidak ada di Jogja, tetapi ada di Romo Kebumen," tuturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara Sugeng, dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, menambahkan, 'Titi Mangsa' ini merupakan produksi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang ketiga. Yang pertama pada tahun 2017 dengan judul Senja Merah dan tahun 2018 tentang Jenderal Sudirman.
"Film Diponegoro ini yang diproduksi dari dinas merupakan film ketiga. Yang pertama tahun 2017 dengan judul Senja Merah. Senja Merah garapan sutradara Mas Gepeng Nugroho berlanjut berikutnya tahun 2018 tentang Jenderal Sudirman. Dan sekarang ini," ujar dia.
(doc/doc)