Peristiwa Geger Cilegon 1888 jadi catatan sejarah masyarakat Banten khususnya Cilegon tentang sebuah perlawanan atas kesewenang-wenangan pemerintah kolonial. Pemberontakan itu salah satunya dipicu oleh cekikan pemerintah kolonial terhadap para petani atas pajak dan sewa tanah.
Tokoh sentral pemberontakan itu salah satunya ialah Haji Wasyid yang sangat dikenal oleh masyarakat Cilegon. Dalam buku "Pemberontakan Petani Banten 1888" karya Sartono Kartidirjo menyebut, pemberontakan merupakan ledakan sosial di Banten yang kemudian menyebar ke daerah-daerah lain di Jawa.
Dalam peristiwa yang dikenal Geger Cilegon 1888 tersebut, para pemberontaknya bukan saja berasal dari petani. Namun, ulama dan santri bersatu padu melawan penindasan oleh kolonial Belanda. Perjuangan masyarakat Banten itu menjadi bagian catatan sejarah yang patut dibanggakan oleh masyarakat Banten.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Film-film pendek itu mayoritas diproduksi oleh anak-anak muda Cilegon. Berbagai judul film pun ditampilkan dengan mengambil latar belakang pemberontakan dan cerita tentang Haji Wasyid dan Arsyad Tawil sebagai tokoh utama.
![]() |
"Intinya adalah kita ingin menumbuh kembangkan sejarah tentang Geger Cilegon kepada masyarakat Kota cilegon khususnya kepada guru-guru. Kita berharap bahwa muatan-muatan lokal dalam pelajaran sejarah di Cilegon khususnya dengan Geger Cilegon agar dapat ditumbuh kembangkan," kata salah seorang keturunan Arsyad Tawil yang juga panitia penyelenggara festival film pendek tersebut, Kamis (30/11/2017).
Upaya untuk mengingatkan kembali masyarakat akan sejarah tersebut, pembangunan museum mini Geger Cilegon 1888 bakal didirikan agar sejarah perjuangan itu tak luput dari ingatan kolektif masyarakat.
"Oleh karena itu saya lagi membangun museum mini khusus untuk Geger Cilegon yang letaknya di Seruni, mudah-mudahan ini juga minimal ada pembelajaran di situ, anak-anak sekolah juga bisa melihat artinya menumbuh kembangkan mengenai sejarah Geger Cilegon dan orang-orang Cilegon bangga dengan sejarah ini," paparnya.
Sementara itu, gelaran semacam festival film dinilai dapat membangkitkan kembali semangat perjuangan atas peristiwa Geger Cilegon 1888. Terlebih, melalui media visual yang bisa merangsang otak karena berbasis hiburan yang mendidik di tengah kondisi masyarakat yang pragmatis serta konsumtif.
"Kalau menurut saya memang kalau sekarang memang masyarakat kita sudah sangat paragmatis, konsumtif kemudian juga terlampau sudah ya dengan gaya hidup yang sedemikian seperti orang pada umumnya dan itu memang terus diimbangi oleh referensi-referensi nilai dan sejarah sehingga itu paling tidak terbimbing dan upaya festival film Cilegon ini upaya yang sangat bagus dan saya sangat apresiasi," kata Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten sekaligus pegiat komunitas Bantenologi, Mufti Ali.
Dengan terus disosialisasikannya sejarah itu, kata dia, dapat mengikis kekhawatiran akan kondisi masyarakat yang pragmatis dan konsumtif dan berimbas pada amnesia sejarah.
"Saya kira perlu terus disosialisasikan dan menurut saya di samping ini menghibur dan hiduran itu memberikan makna mendalam dan saya yakin kalau ini terus digalakkan dan dilanjutkan saya kira kekhawatiran kita tentang masyarakat yang terlampau pragmatis dan konsumtif itu bisa diimbangi," tuturnya.