Film dokumenter 'Banda The Dark Forgotten Trail' sempat menuai kecaman oleh sejumlah pihak di Ambon belum lama ini. Film ini juga diusulkan tak boleh ditayangkan di sana.
Mereka menyebut ada kesalahan sejarah mengenai keberadaan mengenai suku Banda asli dalam narasi film tersebut.
Menanggapi hal itu, rumah produksi Lifelike Pictures meluruskan pandangan yang diutarakan sejumlah pihak yang memprotes. Lewat keterangan resmi yang diterima detikHOT, rumah produksi yang menggarap dokumenter garapan Jay Subiakto ini mengatakan tim sejak awal mengetahui dan mengakui eksistensi kelompok masyarakat Banda Eli dan Elat sebagai kelompok masyarakat Banda yang bermigrasi ketika terjadi kolonialisasi di Banda baik sebelum tahun 1621 maupun sesudah tahun tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam keterangan tersebut juga dijelaskan bahwa dokumenter ini memfokuskan cerita pada apa yang tidak tersampaikan dalam sejarah mengenai kepulauan Banda sebagai salah satu pusat pencarian rempah dan pala. Sehingga fragmen sejarah 1621 yang digarisbawahi adalah bagian pembantaian massal/genosida pertama. Dalam film sendiri dijelaskan bahwa ada dua kelompok masyarakat di Banda, yakni masyarakat sebelum 1621 dan setelah 1621.
Berbagai literatur dijadikan referensi dalam proses penggarapan 'Banda The Dark Forgotten Trail'. Literatur tersebut mencakup data yang diperoleh dari buku-buku bersejarah tentang kepulauan Banda yang ditulis oleh Willard A. Hanna, Giles Milton, hingga Adrian B. Lapian hingga Mohammad Hatta.
Tak ketinggalan, film ini juga menyelipkan sederetan kisah tentang sejumlah pahlawan bangsa yang diasingkan ke Banda pada masa penjajahan. Di antaranya adalah Moh Hatta, Sutan Sjahrir, Dr. Tjipto Mangunkusumo, dan Iwa Kusuma Sumantri.
Film ini akan mengisi layar bioskop di bulan Agustus ini. 'Banda The Dark Forgotten Trail' rilis mulai 3 Agustus 2017.