Farhan (Zhi Alatas) terlahir sebagai cewek, orangtuanya memberinya nama Andin. Sedari kecil ia memiliki sifat tomboy. Ia senang bermain gundu bersama teman-teman cowoknya, dan bahkan ikutan berbaris dengan teman-temannya untuk kencing bersama --terang saja air kencingnya blepotan membasahi kakinya.
Bekerja sebagai desainer grafis, Farhan menutupi identitas aslinya dari lingkungan sekitarnya, bahkan dari teman dekatnya sekali pun. Ia tampil bak cowok imut, ganteng dengan rambut pendek yang disisir klimis, pun bersusah payah merias diri setiap hari menyiapkan kumis dan jenggot palsu demi penampilannya tersebut. Suatu hari ia bertemu Inong (Miqdad Addausy, 'Remember When'), sutradara cantik seumurannya yang tanpa sepengetahuannya adalah seorang waria. Keduanya kemudian saling jatuh cinta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai sebuah film yang mengaku "serius", 'Salah Bodi' tampaknya tak didukung riset yang mendalam. Penulis naskah Puguh PS Admaja ('Ca Bau Kan') membuat karakter Farhan dan Inong semacam karikatur saja; mereka sama sekali tak mewakili potret kaum transeksual yang sesungguhnya. Lihat, misalnya kebiasaan Farhan yang merias wajahnya dengan kumis dan jenggot palsu. Sebagai orang yang sedari kecil telah sadar bahwa dirinya merasa terperangkap di tubuh yang salah, rasa-rasanya merias wajah dengan kumis palsu adalah tindakan yang janggal, terlebih di masa kini saat dunia kedokteran memungkinkannya untuk menanam bulu-bulu sungguhan. Menyuntikkan hormon testosteron ke dalam tubuh cewek juga bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan.
Lihat juga misalnya adegan Inong ketika membuka jati dirinya kepada Farhan. Ia melepas wig, memperlihatkan rambut aslinya yang pendek, serta terlihat bulu keteknya yang tak dicukur. Sebagai waria yang telah mantap memilih identitas seksualnya sedari kecil bahkan di saat dirinya belum akhil baligh, rasanya memanjangkan rambut sebagai simbol mahkota wanita tentulah merupakan salah satu prioritasnya. Dan, hari gini, cewek mana selain cewek dari abad ke-17 yang tak mencukur bulu keteknya?
Di balik keanggunan Inong serta pembawaannya yang kalem nan classy, sesungguhnya di film ini ia tak beda dengan Betty si bencong slebor yang pernah dimainkan mendiang Benyamin S, atau karakter-karakter waria yang dimainkan trio Warkop DKI zaman dahulu, sutradara Sys NS seperti halnya para sineas tempo dulu masih saja menampilkan waria (transeksual) dalam film sebagai lelucon, bukan sebagai karakter yang sikapnya layak diteladani, kecuali bilamana waria itu tobat dan menjadi "normal" kembali, karena seperti tagline film ini sendiri; "emang Tuhan pernah salah?"
Namun, membuka wacana itu barang tentu bakal jadi bahasan yang tak akan ada habisnya. Perkara manakala Tuhan pernah salah tentu saja hanya Tuhan sendiri yang tahu. Yang saya tahu, sutradara Sys NS secara teknis banyak salahnya dalam menggarap film ini. Pengadeganan tampil begitu buruk, tak tertata secara cermat. Itu diperparah lagi dengan penyuntingan gambar gaya amatiran oleh Eris Suhendi, seakan-akan film ini diedit menggunakan program MovieMaker gratisan dari Microsoft XP 32-bit keluaran 2004. Alih-alih menjadi film yang serius tapi santai, 'Salah Bodi' lebih terasa sebagai film main-main saja, ditambah sedikit usaha untuk berdakwah.
Shandy Gasella pengamat perfilman Indonesia
(mmu/mmu)