Para personel The Milo berasal dari latar belakang musik yang berbeda. Namun ketika Ajie Gergaji (vokal, gitar), Upik (gitar), Suki (bass), Hendi Unyil (kibord, syth) dan Budi Cilsen (drum) bersama, musik The Milo lahir dengan sendirinya.
"Basic-nya kita sih pop, cuma ada salah satu teman kita yang membabtis The Milo sebagai shoegaze," ujar Adjie ketika menyambangi kantor detikcom di Warung Buncit, Jakarta Selatan, baru-baru ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alhamdulillah nggak keberatan (dicap shoegaze), itu jadi patokan juga ke band-band setelah The Milo. Kita jadi pioner shoegaze Indonesia," tutur Adjie.
Lalu apakah The Milo sengaja membuat lagu berbalut lirik galau?
"Tidak. Tiap album itu adalah cerita. Album pertama itu cerita kita, yang kedua cerita teman-teman yang di-capture lalu dilagukan. Kita bikinin soundtrack-nya, bikin agar suasana foto itu dramatis. Kebeneran jadinya galau. Kita dicap sebagai band galau. Apalagi album ini galau banget, ceritanya sih yang galau. Tapi kalau pernah lihat manggungnya The Milo nggak galau-galau amat," tutur Adjie.
The Milo pun membebaskan siapapun menganggap mereka sebagai band galau atau bukan. The Milo memang ingin jadi sahabat yang baik untuk mereka si patah hati.
"Awalnya kita pengen nemenin orang yang lagi sakit hati. Berarti misinya kita tercapai. Nemenin orang-orang yang galau. Setidaknya jadi pelarian positif," celetuk Budi sang drummer.
(yla/nu2)