All of Us Are Dead menceritakan sekelompok anak SMA yang terjebak di sekolah saat virus zombie menyerang. Sekelompok murid berusaha keras untuk bertahan hidup dan tidak berubah menjadi zombie.
Drama Netflix ini langsung mencuri perhatian publik tak lama setelah ditayangkan. Walaupun tema zombie sudah bukan hal baru di Korea, namun penulis dan sutradara memasukkan beragam isu sosial yang kerap terjadi di lingkungan remaja.
Seperti yang kini tengah marak di Korea Selatan, bullying menjadi salah satu isu yang dibahas. Ada juga soal kehamilan di usia remaja yang jarang diangkat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun isu-isu tersebut memunculkan pertanyaan bagi orang dewasa yang menonton. Karena seperti yang disampaikan sutradara Lee JQ dalam wawancara bersama detikcom beberapa waktu lalu, All of Us Are Dead dibuat untuk mengajarkan sesuatu pada orang dewasa.
"Mungkin memang sepertinya isu-isu yang ada di drama ini terjadi di sekolah, tapi kalau kita lihat lagi, masalah ini bisa terjadi di mana saja. Setelah selesai menonton, kalian akan merasa permasalahan yang terjadi di sini sangat universal," jelas Lee JQ.
Baca juga: All Of Us Are Dead: Ada Zombie Di Sekolah! |
"Saat aku kecil dulu, saat ada yang terjun ke sungai, semua anak-anak akan menolong temannya. Namun saat sudah dewasa, orang-orang tidak akan langsung terjun tetapi berpikir dulu bagaimana caranya agar bisa menyelamatkan teman dan juga dirinya sendiri. Drama ini bermaksud ingin mengajarkan sesuatu pada orang dewasa. Bagaimana cara para remaja mengambil keputusan dalam keadaan antara hidup dan mati akan membuat orang dewasa banyak berpikir," pungkasnya.
Tim K-Talk pun membahas All of Us Are Dead dari berbagai sisi. Mulai dari sinematografi, penggambaran karakter, hingga plot yang sangat menarik. Walaupun ini adalah serial zombie, namun bisa dengan ajaib membangkitkan emosi para penonton.
Seperti apa obrolannya? Yuk simak sama-sama!