Setiap tanggal 10 Oktober, dunia memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia. Peringatan tersebut merupakan bukti betapa kesehatan mental seseorang sangatlah penting.
Sejumlah publik figur seperti aktor hingga musisi kerap berbicara tentang kesehatan mental. Bahkan tak sedikit dari mereka yang terbuka tentang gangguan mental yang dihadapi.
Banyak juga musisi-musisi yang akhirnya menciptakan sebuah karya yang bertujuan untuk menyebarkan kesadaran tentang kesehatan mental, termasuk para musisi K-Pop. Beberapa dari mereka bahkan kerap membuat musik bertujuan untuk 'healing', agar para pendengarnya merasa lebih rileks usai mendengarkan lagu tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum lama ini, Tim K-Talk berbincang dengan seorang psikolog terkait pentingnya kesehatan mental. Tak hanya bicara secara garis besar, tim juga membahas tentang kesehatan mental para fans K-Pop.
Tak sedikit fans yang menjadikan musik K-Pop sebagai pelarian. Banyak juga yang kemudian merasa lebih tenang setelah menonton video-video atau bertemu langsung dengan sang idola melalui konser.
Namun ada batasan-batasan tertentu yang harus diingat dalam mengidolakan seseorang. Menurut psikolog Ratih Zulhaqqi, mengidolakan seseorang hingga menjadi fanatik itu tidak masalah, asalkan mereka harus bisa memastikan apa yang mereka lakukan tak mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari.
Yang dimaksud dengan hal tersebut adalah obsesi seseorang terhadap sang idola tak mengganggu aktivitas penting mereka sehari-hari seperti sekolah atau pekerjaan. Ratih menjelaskan, jika seseorang sudah sampai bolos sekolah hanya untuk menonton sang idola, maka taraf obsesi tersebut bisa dikatakan cukup parah.
Selain itu, Tim K-Talk juga membahas tentang peran orang tua dalam kecintaan anaknya terhadap sesuatu, salah satunya mengidolakan K-Pop. Ratih menyebut antara orang tua dan anak harus ada kesepakatan, dan memantau apa yang mereka lakukan.