Menunggangi Ombak Pergaulan di Bali

Pergaulan

Menunggangi Ombak Pergaulan di Bali

M. Iqbal Fazarullah Harahap - detikHot
Rabu, 23 Nov 2022 05:33 WIB

"Kalau kita lihat dari positifnya ya, banyak orang yang punya skill ada di situ, bule dan domestik. Muralnya keren-keren, banyak terinspirasi juga aku jadinya. Negatifnya, dari segi pembangunan yang nggak terkontrol itu sih. Emang sih kita making money di pariwisata, cuman filterisasinya orang-orang yang dateng ke sini tuh kadang nggak se-wise itu lah. Banyak orang-orang pendatang lainnya tuh nggak ngerti di mana bumi di pijak, di situ langit di junjung."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pantai Batu Bolong, terus sekarang lagi hype tuh Pererenan, satu jalan itu kayaknya ada bisa 20-30 pembangunan dalam jangka waktu sebulan, misalnya. Lima tahun lalu tuh masih enak karena aku main ke Batu Bolong Cuma ada Deus, orang keren main ke Deus Canggu. Sisanya masih sawah, pantai."

ADVERTISEMENT

Senada dengan Andre Yoga, Rama atau dikenal dengan nama Suttasoma, menjelaskan bahwa ombak-ombak indah yang mengelilingi pulau berukuran hampir 5.780 km/2 itulah yang menjadi alasan pergeseran budaya pergaulan dan pesta.

"Jadi, Canggu itu kalau dilihat ada budaya surf-nya sebenarnya. Surf culture-nya itu besar, ombak-ombak di Canggu itu bisa dimainkan dari yang level beginner sampai advanced. Misalnya area bar Old Man's, itu karena memang bergerak lambat seperti orang tua. Terus di sebelahnya, Batu Mejan, itu ombaknya kadang-kadang lebih besar. Kalau dilihat, bisnis-bisnis yang besar di Canggu datang dari culture itu. Dan, semuanya itu bergerak tetap di pesisir kan, tetap ada pantai kan," tutur Rama.

"Tapi, hal pertama yang perlu diketahui, sebenarnya Canggu itu kecil. Banyak orang kurang tepat, itu daerah Berawa tapi orang-orang bilangnya itu Canggu. Padahal itu beda desa gitu ya," sambungnya.

Rama Suttasoma Seniman Canggu Bali yang mulai bersuara akan keresahan pembangunan yang sangat masif di Canggu.Rama Suttasoma Seniman Canggu Bali yang mulai bersuara akan keresahan pembangunan yang sangat masif di Canggu. Foto: Rachman_punyaFOTO

Mengapa kemudian Rama punya pandangannya sendiri terkait Canggu dan pergaulannya, karena dirinya sempat membuat sebuah pameran dengan tajuk Price of Paradise. Di situ, karya-karya Rama berbicara tentang kesenjangan.

"Tema masyarakat gitu aku paling suka sih, makanya kemarin aku bikin pameran, Price of Paradise. Memamerkan sesuatu yang benar-benar dari aku dan kebetulan aku tuh pengen mengangkat topik-topik yang mungkin jarang dibahas, seperti Harga Surga Dunia itu misalnya. Price of Paradise itu menurut saya menarik banget sih. Berangkat dari kata-kata Bali tuh 'a paradise created', surga dunia yang dibangun. Semua diatur, dari zaman Belanda sampai akhirnya Indonesia merdeka. Nah hal-hal kaya gitu tuh kan ada konsekuensi ya. Keliatan banget pas kemarin ada masa pandemi, saat turisme mati memang buruk banget, kelihatan kayak udah mati suri. Terus setelah pandemi membaik, ya mulai lagi nih price-nya."

"Sesederhana kalau pesan es jeruk di warung harganya Rp5.000. Kalau beli orange juice jadi Rp35.000. Padahal ya jenisnya sama, ada di satu ruang, tapi dua harga yang berbeda, untuk dua orang dari jenis ekonomi yang berbeda, pasar yang berbeda. Pembangunan di Bali ya seperti itu, bagaimana sebuah tempat berkembang, karena mereka bisa mengubah es jeruk menjadi orange juice. Dinamikanya seperti itu."

Pandangan terhadap pergeseran wilayah pesta di Bali menuju Canggu akan dilengkapi oleh dua narasumber lainnya. Gilang 'PNNY' dan Adi Yukey menceritakan perjalanan versi mereka. Ikuti selengkapnya hanya di detikHOT.


(mif/nu2)

Hide Ads