Polemik Thrifting: Isser James Vs Everybody

Polemik Thrifting: Isser James Vs Everybody

M. Iqbal Fazarullah Harahap - detikHot
Kamis, 31 Mar 2022 15:12 WIB
Thrifting
Foto: dok isser.whitey.james
Jakarta -

Cerita tentang fenomena pasar baju bekas alias thrifting belum habis. Menyisakan polemik yang cukup ramai di kalangan komunitas mereka sehingga memunculkan musuh bersama. Namanya, Isser James.

Banyak predikat yang menempel pada pria yang juga dikenal dengan nama Isser 'Whitey' James ini. Sneakerhead atau penggiat sneakers. Dia juga mendirikan toko sepatu bernama Badass Monkey yang menjual beberapa merek sepatu dan streetwear populer. Isser juga dikenal sebagai kolaborator. Namanya sempat berkolaborasi dengan beberapa merek sepatu lokal seperti Word Division dan Campess.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Thrifting Foto: dok isser.whitey.james

Predikat lainnya bisa dibilang pengamat atau kritikus. Predikat ini yang kemudian membuat dirinya banyak memiliki haters.

ADVERTISEMENT

Kembali ke judul, di tahun ini, dalam sebuah konten YouTube bersama penggiat sepatu Dr. Tirta, keduanya sedang berbincang tentang barang-barang vintage yang harganya melambung tinggi. Isser menyindir fenomena thrifting yang menurutnya tidak masuk akal.

Untuk mendapatkan jawaban yang pasti, detikHOT menghubungi Isser James melalui sambungan telepon.

"Streetwear pada zaman gue itu lagi goblok, anak-anak bocah beli baju Supreme belasan juta. Gue pikir mereka ini goblok, ternyata ada lagi yang lebih goblok. Mereka beli belasan juta, untuk terlihat seperti gembel."

Itulah pernyataan Isser yang kemudian menimbulkan polemik di kalangan thrifting. Menurut mereka, Isser menghina kelompok ekonomi tertentu.

Thrifting Foto: dok isser.whitey.james

"Fenomena thrifting di awal 2000-an saya juga pelaku. Pada zaman dulu saya nggak punya uang, saya melakukan itu pengen punya barang yang keren dengan harga murah. Kalau sekarang saya datang ke acara thrifting, fenomenanya jadi thrifting gaul," cerita Isser.

"Yang akhirnya jadi ramai, anak-anak muda ini sudah keren bisa ciptakan peluang usaha dari awul-awulan. Kemudian yang jadi pertanyaan saya, itu siapa yang beli? Karena gue nggak ngerti. Dulu beri barang bekas karena nggak punya uang, sekarang dijual belasan juta Rupiah untuk terlihat kayak dulu nggak punya uang. Walaupun, gue tahu, iya ada vintage dan lain-lain," sambungnya lagi.

Sepertinya, status Isser sebagai musuh bersama masih akan terus berlaku. Entah sampai kapan. Tapi baginya tidak masalah, opini yang dikeluarkan bukan serta-merta kebencian yang tidak beralasan.


"Public enemy sampai sekarang juga ya. Masih banyak yang hate post gitu. Ya kita kan ngeluarin opini, nggak harus semua orang setuju sama kita. Gue luar biasa senang kok kalau ekonomi kreatif bisa maju, hal-hal yang kayak gini. Gue seneng pedagang pasar pun bisa maju. Tapi ya, gitu deh," kata Isser.

Pria yang juga sempat aktif sebagai freestyler basketball sejak 2004 itu menyoroti bagaimana terjadi perubahan budaya dari thrifting. Rasa suka terhadap salah satu merek tidak lagi menjadi niatan utama karena tergantikan dengan pikiran atas sumber cuan.

"Dulu thrifting juga karena barang-barangnya nggak ada, susah dicarinya. Sekarang ini hebatnya jadi sumber cuan. Tendensinya jualan dulu, baru suka sama brand-nya," tandasnya.




(mif/nu2)

Hide Ads