Fenomena Senoparty, Strategi dan Kreasi

ADVERTISEMENT

Pergaulan

Fenomena Senoparty, Strategi dan Kreasi

M. Iqbal Fazarullah Harahap - detikHot
Sabtu, 25 Des 2021 20:49 WIB
Duck Down
Foto: dok Duck Down/sebelum Pandemi
Jakarta -

Istilah 'Senoparty' kini sudah berintegrasi ke berbagai konteks sosial. Pergaulan, nama wilayah, gaya hidup sampai konteks ekonomi dan bisnis. Layaknya medan perang, perlu ada strategi dan pandangan khusus, dalam kaitannya untuk terus berkreasi dan keluar sebagai juara.

Biko Group, perusahan yang bergerak di bidang Food & Beverages (F&B), memiliki beberapa outlet yang ada di segitiga pergaulan dan pesta Ibu Kota. Perjalanan mereka dimulai dari Kemang pada 2010 dan sekarang menjadi salah satu grup F&B paling populer, melahirkan anak-anak yaitu: Beer Garden SCBD, Beer Garden Radio Dalam, Fujin, Lola, Pippo, Beer Hall, Duck Down Bar, Blackpond dan Acta.

Bersama dengan detikHOT, Marketing Manager of Biko Group, Aninda Pardede menceritakan pandangannya terkait medan perang bernama 'Senoparty' ini. Serta sedikit bocoran dari proses kreatif mereka.

"Lokasi Pusat hiburan akan terus bertambah seiring berjalannya waktu. Kemang, Senopati, ataupun PIK (Pantai Indah Kapuk). Buat kami, Senopati hanyalah salah satu dari tempat pusat kaum urban berkumpul. Yang terpenting adalah kualitas makanan, minuman, service dan juga konsep yang tidak tergerus zaman. Sehingga walaupun banyak lokasi pusat hiburan baru, restoran atau bar kami masih terus akan di cari masyarakat," kata Aninda Pardede kepada detikHOT saat bertemu di Duck Down Bar, sore hari sebelum jam operasi.

Walaupun begitu, tidak dipungkiri bahwa dari kacamata yang lebih besar, Jakarta Selatan memang punya daya tarik sendiri. Memiliki Kawasan yang dihuni oleh ragam tempat hits yang diminati anak muda, dimulai dari Jalan Wolter Monginsidi, berbelok ke Jalan Gunawarman, ke arah kanan menuju Jalan Senopati yang tersambung ke Jalan Suryo.

Kembali ke Biko Group, lebih dari 10 outlet dan katanya akan terus bertambah, bagaimana proses kreatifnya sehingga menghasilkan sebuah kreasi?

Duck Down BarDuck Down Bar Foto: Duck Down Bar

"Selalu dimulai dari salah satu ataupun dua hal ini. Yaitu talent-nya (chef/mixologist), atau dari karakter unit lokasi yang ditawarkan. Misalnya kami menemukan chef yang spesialnya adalah Asian food. Maka ketika kita memutuskan untuk membuat restoran dengan dia, sudah pasti restoran tersebut akan berkonsep Asian food. Bukan kita bikin Italian steakhouse atau burger restoran, misalnya. Setelah itu baru akan turun ke proses kolaborasi antar divisi, baik itu desain interior, desain grafis, F&B team, arsitektur, dan divisi lainnya untuk mewujudkan konsep Asian Restaurant yang berkarakter kuat dari semua sisi. Begitu juga proses apabila sebaliknya, menemukan lebih dulu lokasi yang unik dan berkarakter. Berkembangnya dari situ, diskusi panjang, sampai akhirnya running 1 outlet itu 3-6 bulan."

"Untuk target market, dari Biko itu melihatnya berkaitan dengan umur dan spending per pax. Kalau orang yang gajinya Rp10 juta, bisa aja mau spend untuk F&B Rp3 juta per bulan. Tapi, ada juga yang gajinya Rp 20 juta, mau spend-nya cuma Rp1 juta."

"Kemudian didukung oleh promo yang menarik, program yang menari. Gue biasanya kalau bikin program coba aplikasikan ke internal dulu. Research & Development-nya selalu mulai dari dalam dulu, dari diri sendiri, dari internal semuanya. Kalau dari kitanya sudah nyaman, lebih besar kemungkinan buat orang lain juga nyaman," Ninda menjelaskan panjang-lebar.

Lantas, apakah dengan proses kreatif yang sedemikian rupa, yang menyebabkan Biko Group kemudian dianggap mendominasi ceruk pesta di selatan Jakarta?

"Kalau dibilang itu sih nggak ya. Kalau ternyata outlet kita masih disukai orang sampai bertahun-tahun umurnya, mungkin jadi punya kesan begitu. Karena kedengaran terus (namanya). Padahal nggak ada maksud atau ambisi untuk harus jadi nomor 1. Balik lagi aja ke diri lo sendiri, kalau lo merasa nyaman, kemungkinan besar orang lain merasa nyaman. Kalau sudah nyaman, otomatis dia akan kembali lagi ke situ," jawab Ninda serius.

Setelah sempat tutup total saat pandemi Covid-19 ada di puncak penyebarannya, kini Biko Group siap untuk menyambut tahun yang baru. Sejumlah rencana dan inovasi disiapkan, demi memenuhi ekspektasi para penggemarnya dan penggiat pesta di luar sana.

"Kita sekarang masih recovery dari kondisi kemarin, pulihnya itu perlu waktu. Dua tahun ini kami bukan lagi istirahat, tidur. Tapi, positifnya kami jadi punya waktu untuk benar-benar duduk dan evaluasi yang kemarin-kemarin."


"Proyeksi tren ke depan ada, sedikit. Bisa dibocorin? tentu tidak. Tapi pasti perilaku orang, interaksi orang, berubah setelah pandemi. Jadi, ya sekarang kita lagi siap-siap banget mau lari. Gue belum bisa ngomong, semuanya masih dalam diskusi. Semoga lancer," tutup Ninda.



Simak Video "Duck Down Bar: Karaoke Bawah Tanah Berkonsep Dive Bar Amerika"
[Gambas:Video 20detik]
(mif/nu2)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT