Sebanyak 35 seniman ikut berpartisipasi dalam pameran seni rupa yang diselenggarakan oleh MayinArt di Jogja Gallery, Gondomanan, Kota Yogyakarta. Pameran bertajuk Ataraxia ini akan berlangsung secara virtual dari tanggal 28 Oktober 2020 hingga 7 November 2020.
Total ada 75 karya seni yang dipamerkan. Karya itu dibuat oleh perupa ternama seperti Nasirun, Sri Pramono, Irwanto Lentho, Januri, AT. Sitompul, Irwan Sukendra, Sriyadi Srinthil, Fery Eka Chandra dan Uswarman serta masih banyak lagi.
Kurator seni Suwarno Wisetrotomo berkesempatan membuka pameran secara langsung di Jogja Gallery. Dia menyatakan dengan adanya pademi Corona ini penikmat seni memperoleh pengalaman baru dalam hal menikmati karya seni. Termasuk seni rupa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang baru, pengalaman berkomunikasi, menonton, menikmati karya seni yang semula langsung bisa merasakan tiba-tiba saat ini hanya bisa melalui layar," kata Suwarno saat membuka pameran, Rabu (28/10/2020).
Baca juga: Solo, Riwayat Pujangga, dan Sumpah Pemuda |
"Bagaimana kita tetap mampu merasakan misteri, aura, makna tersembunyi yang bisa ditatap dari dekat yang hari ini dari layar ini problem yang harus dipecahkan," sambungnya.
Pada masa krisis seperti saat ini, menurutnya bukan barang baru bagi seniman. Justru krisis malah memacu seniman untuk bosa kreatif mencari jalan keluar. Ia menyebut kehidupan seniman dan krisis saling berhimpitan.
"Saya kira sebelum COVID-19 seniman terperangkap dalam selebrasi yang terlalu gemerlapan. Setelah COVID-19 kita menikmati karya seni itu adalah kemewahan yang luar biasa. Saya yakin ini saatnya kita kembali ke karya seni dan pengetahuan seni," bebernya.
![]() |
Sementara itu, pendiri MayinArt, Krish Datta menjelaskan acara ini juga menjadi titik balik untuk para seniman. Khususnya di Indonesia, dengan memberi mereka harapan baru dan energi setelah berbulan-bulan terdampak COVID-19.
"Platform kami juga memungkinkan para kolektor dan penikmat seni untuk merasakan pameran seni yang hampir tidak pernah ada sebelumnya. Di MayinArt, kami mendukung komunitas seni Indonesia dan berharap dapat memberikan dorongan bagi para seniman untuk terus menghidupkan semangat mereka dalam melalui krisis ini," ujar Krish Datta.
Ia menjelaskan Ataraxia mengandung makna keseimbangan dan ketenangan, terutama pada saat krisis. Melalui acara ini, MayinArt memproyeksikan istilah Yunani tersebut sebagai dukungan dan harapan untuk seniman Indonesia, agar mampu mengatasi periode ketidakpastian ini dan juga menawarkan pagelaran seni bagi para penikmatnya dengan cara yang unik.
MayinArt juga memasang acara 3D virtual paralel Ataraxia di platform online mereka. Penikmat dan kolektor seni dapat melihat setiap karya para seniman pada platform ini secara langsung.
"Kami yakin karya-karya kreatif terbaik seringkali muncul saat masa krisis, dan karya-karya Indonesia akan memanjakan mata para kolektor seni rupa di Indonesia dan dunia," paparnya.
![]() |
Pameran maya tersebut bertujuan untuk memberikan nilai tambah bagi seniman untuk menampilkan karya mereka, tanpa mengindahkan keterbatasan fisik dikenakan adanya pandemi.
"Kami berharap dapat menyoroti para seniman ini secara global dengan pameran virtual tersebut. Acara ini diselenggarakan untuk menciptakan aksesibilitas ke dalam teladan karya-karya seniman Indonesia untuk pecinta seni dari seluruh dunia, sekaligus mendukung komunitas seni Indonesia," tambah Krish.
(aay/aay)