Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis Vadel Badjideh, dari 9 tahun menjadi 12 tahun penjara dalam kasus persetubuhan dan aborsi anak.
Keputusan ini, yang jauh lebih berat dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, memicu reaksi keras dari pihak kuasa hukum, Oya Abdul Malik, yang menuduh Majelis Hakim Banding mengabaikan fakta persidangan yang krusial.
Oya Abdul Malik menyatakan kekecewaan yang mendalam atas putusan banding tersebut. Menurutnya, kenaikan hukuman ini mengindikasikan Majelis Banding tidak menelaah secara saksama materi pembelaan yang diajukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gini ya, bicara hukum itu bukan cuman bicara hukum. Keadilan itu bicara kemanusiaan dan cinta. Ini jelas dan nyata tidak dibaca, sama sekali tidak dibaca oleh Majelis Banding. Itu aja," kata Oya Abdul Malik saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025).
Saat ditanya mengenai respons Vadel Badjideh, Oya Abdul Malik menyebut, kliennya menerima kabar tersebut dengan tertawa.
"Iya, respons dia cuman ketawa aja. Dia bilang, 'Lucu ya hukum di kita'," beber Oya Abdul Malik.
Tak hanya Vadel Badjideh, keluarga juga menunjukkan reaksi yang sama, menyiratkan putus asa terhadap penegakan keadilan. Keluarga merasa vonis 12 tahun tidak sesuai dengan fakta persidangan yang mereka yakini.
"Keluarga juga sama, cuman bilang, 'Benar-benar ya ini, keadilan itu gak ada. Faktanya apa, putusannya apa'," terang Oya Abdul Malik.
Meski kecewa, Oya Abdul Malik memastikan, kondisi psikologis Vadel dan keluarga tidak terganggu. Mereka tetap memiliki keyakinan, terhadap keadilan yang akan diperjuangkan melalui jalur hukum selanjutnya.
'Kasasi. Saya bilang saya gak akan pernah berhenti sampai langit ketujuh," tegas Iya Abdul Malik.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara kepada Vadel Badjideh terkait kasus persetubuhan dan tindakan aborsi yang melibatkan anak aktris Nikita Mirzani, LM. Tidak puas dengan vonis tersebut, pihak Vadel Badjideh mengajukan banding dengan harapan mendapatkan pengurangan hukuman.
Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru mengambil sikap berbeda. Alih-alih memberi keringanan, majelis hakim memperberat hukuman menjadi 12 tahun penjara, disertai denda Rp 1 miliar. Salah satu alasan memberatkan adalah fakta bahwa tindakan aborsi dilakukan dua kali, yang dinilai sangat serius dan meninggalkan dampak psikologis mendalam bagi korban.
(ahs/wes)











































