Tantangan menjalani Ramadan di era digital terkadang datang dari berbagai hal yang kita lihat di media sosial. Unggahan demi unggahan dari siapa saja tidak jarang membuat kita penasaran, ingin tahu, lalu cari tahu, sampai akhirnya berujung ghibah. Ghibah atau membicarakan keburukan orang lain di belakang kini tak hanya terjadi dari ucapan tapi juga tulisan di kolom komentar.
Menjaga perbuatan merupakan salah satu hal yang seharusnya dilakukan seorang muslim. Dengan begitu dalam bermasyarakat dan pergaulan kita pun bisa disukai dan membuat orang lain nyaman. Munculnya kepercayaan dari orang lain pada diri kita merupakan penghargaan yang tak ternilai harganya. Tak mudah mendapatkan kepercayaan penuh dari seseorang di era sekarang ini. Selain perbuatan tentu kita juga harus bisa menjaga lisan untuk mendapat kepercayaan itu.
"Kita nih sama orang selain baik perilakunya, lisannya juga harus baik. Jadi orang kita pengin supaya orang nyaman ada di samping kita. Jangan sampai orang itu kabur," urai KH. Muhammad Yusron Shidqi, MA dalam sebuah tausiyahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita udah dikasih tahu, masa ngomongin orang di belakang. Kalau berani, ngomong di depan. Al-Qur'an kan bilang 'jangan sampai kita ini ngomongin orang di belakang. Perumpamaannya seperti orang yang makan daging kawannya sendiri'. Maksudnya gini, kita sebagai muslim harus saling sayang satu sama lain. Orang itu kalau kita lihat, ada orang udah menyerah masih dipukulin aja kan kasihan. Orang yang ghibah, yang ngomongin orang di belakang, itu sama kayak gitu. Ibarat orang itu udah nggak berdaya, masih 'disikat'," lanjut Pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam, Depok, tersebut.
Ustaz Yusron menyebut bahwa omongan jelek mengenai orang lain tidak akan hilang dan bisa jadi terus beredar meski orang tersebut sudah meninggal dunia. Kalau di zaman dulu pembicaraannya mungkin beredar dari mulut ke mulut, tapi di masa kini beralih ke internet dan media sosial. Semua yang sudah masuk ke ranah internet akan terus ada di sana.
"Orang kalau ngomongin orang kan, orangnya udah meninggal, omongannya masih terus lama (beredar) apalagi omongannya di media sosial. Ini namanya dosa jariyah," kata ustaz lagi.
Di sisi lain, ghibah sebenarnya diperbolehkan. Hanya saja ada syarat khusus yang harus dipenuhi yakni menyoal kepentingan dari ghibah tersebut.
Ada tiga jenis ghibah yang diperbolehkan. Yang pertama ketika membicarakan keburukan seseorang kepada calon pasangannya dalam rangka untuk memberi antisipasi. Yang kedua untuk peradilan. Yang ketiga untuk mengimbau agar orang lain tidak ikut melakukan hal-hal negatif seperti si objek ghibah yang dinilai sudah tidak bisa berubah.
"Ghibah itu kan ngomongin buruk yang nggak diketahui orangnya. Nah ngomongin buruk ini sebenarnya diperbolehkan, kalau ada kepentingan. Misalnya ngomongin kekurangan orang pas mau nikah. Yang kedua tujuannya untuk peradilan juga boleh, misalnya kita jadi saksi di pengadilan. Yang ketiga ada orang yang sudah dikasih tahu di hadapannya tapi nggak berubah, itu boleh dibicarakan di belakang supaya orang nggak ikut perilakunya dia. Ini tiga kondisi yang diperbolehkan untuk ghibah, tapi sisanya itu nggak boleh," tegas ustaz.
Jelang Lebaran dan di penghujung Ramadan ini, ada baiknya kita membuka diri untuk mulai meminta maaf ke orang-orang yang mungkin pernah kita bicarakan di belakang dengan sengaja atau tanpa sengaja. Dengan begitu kita bisa mencapai 'kemerdekaan' atas segala dosa selama ini dan puasa kita bisa sempurna.
Namun, menurut Muhammad Yusron Shidqi, apabila kita takut melakukannya karena tidak ingin timbul konflik atas pengakuan tersebut, maka kita bisa merujuk ke sebuah hadis dhaif yang meski lemah, namun tetap bisa diteladani.
"Hadis dhaif menyebutkan kita mohonkan ampun kepada Allah SWT, mudah-mudahan yang kita ghibahin ini diampuni Allah. Tapi setelah itu perilaku kita yang ghibah tadi jangan diulangi," jelasnya.
Di akhir, ustaz Yusron mengimbau agar kita sebagai umat Islam sebaiknya mencari kesibukan dan hal-hal yang bermanfaat. Dengan begitu, waktu kita bisa teralih ke hal-hal tersebut tanpa ada celah untuk melakukan ghibah.
"Imam Ghazali pernah bilang 'orang yang berbuat buruk itu karena sempat, kalau dia sibuk pasti tidak sempat'. Makanya kita harus sibukkan diri berbuat kebaikan, supaya nggak sempat berbuat keburukan'," tutupnya saat memberi tausiyah di BKN PDI Perjuangan.