Kata Ustazah: Boleh Bersedih, Jangan Berlarut-larut

Kata Ustazah: Boleh Bersedih, Jangan Berlarut-larut

Tim detikcom - detikHot
Selasa, 11 Apr 2023 17:02 WIB
Dr. Rihab Said Aqil, S.Psi., M.ED
(Foto: dok. YouTube BKN PDI Perjuangan) Dr. Rihab Said Aqil, S.Psi., M.ED
Jakarta -

Ada banyak hal yang terjadi dalam keseharian kita yang mungkin bisa memantik deretan emosi dalam diri. Sesuatu hal bisa membuat kita marah, ada pula hal lain yang membuat kita bersedih. Dalam ilmu psikologi, marah dan sedih diperbolehkan karena itu adalah respons yang wajar dari manusia. Dalam agama, marah dan sedih tidak dilarang meski harus bisa ditahan.

Allah SWT berfirman dalam Ali Imran ayat 133-134 yang artinya: "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."

Di sini ditekankan tentang keutamaan menahan amarah karena Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Menahan marah juga menurut ayat tersebut merupakan ciri-ciri orang bertakwa. Sementara soal kesedihan, Allah SWT senantiasa mengingatkan kita untuk menenangkan hati dan melapangkan dada karena sesungguhnya semua kesedihan berasal dari Allah dan sepatutnya kita juga kembali menyerahkan segala kesedihan tersebut kepada Allah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Marah dan sedih merupakan dua emosi yang juga merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hal ini melekat pada jiwa manusia.

"Sebenarnya wajar ya, emosi itu kan bagian dari jiwa manusia. Selain daripada manusia itu punya pikiran, punya emosi, kehendak, motivasi, dan hasrat atau keinginan, jadi emosi itu salah satu daya yang ada dalam jiwa yang diberikan oleh Allah. Gunanya untuk apa? Untuk merespons situasi yang terjadi di lingkungan. Kita diberikan emosi seperti marah, takut, benci, itu sebagai sinyal untuk merespons," demikian dijelaskan Dr. Rihab Said Aqil, S.Psi., M.ED, Founder Lembaga Griya Jiva Pranacita.

ADVERTISEMENT

Mengekspresikan emosi seperti sedih dan marah pun bukanlah sesuatu yang dilarang. Selama dalam pengekspresian tersebut tidak ada kerusakan yang ditimbulkan baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Kita senantiasa diminta untuk mencontoh Rasul SAW dalam prosesnya menahan emosi.

Seperti pada suatu ketika Nabi Muhammad SAW mengutus 70 orang yang dikenal dengan nama al-Qurra ke pertempuran di Bir Mauna yang kemudian gugur dalam tragedi mengenaskan yang merenggut nyawa mereka. Nabi Muhammad bersedih. Dalam kesedihannya itu, dia kemudian beralih ke Allah SWT untuk berdoa dan meminta pertolongan.

"Tapi boleh nggak sih kita mengekspresikan emosi? Ya itu wajar saja. Nabi SAW sebagai manusia yang paling sempurna, beliau juga pernah sedih. Tapi emosinya beliau ditangani dengan salat dan berdoa. Kita pun boleh marah, boleh sedih, tapi tidak boleh larut dalam keduanya. Intinya kita boleh menunjukkan kesedihan, nangis boleh, tapi yang nggak boleh itu berlebihan," imbuh Rihab.

Tak cuma perasaan berlarut-larut yang merugikan, tetapi juga perasaan yang berlebihan. Misalnya dalam konteks asmara. Kesedihan dan kebahagiaan, kata Rihab, mudah timbul ketika sedang mencintai seseorang. Maka dari itu, kita harus mencintai orang sesuai koridor dalam Islam.

"Kita harus mencintai dengan rasa secure (aman) agar terhindar dari rasa ketakutan akan kehilangan atau insecure. Menurut Viktor Frankl, Psikiater asal Austria, seringkali kita fokus pada mencintai siapa. Tetapi lupa untuk merasa bahwa kita itu dicintai," terang Rihab saat menghadiri program Inspirasi Buka Puasa di BKN PDI Perjuangan, kawasan Menteng, Jakarta Pusat awal pekan ini.

(aay/mau)

Hide Ads