Keluarga aktor Benedict Cumberbatch terancam pidana. Hal ini terkait sejarah kelam yang dilakukan oleh nenek moyang mereka terkait perbudakan di Barbados.
Bintang Doctor Strange itu pun sudah menyampaikan permintaan maaf atas apa yang dilakukan generasi keluarganya terdahulu. Namun beberapa pihak di Karibia sedang mencari cara untuk membawa masalah tersebut ke meja hijau.
Mereka mengatakan pelaporan tersebut hanyalah tahap awal dari balasan atas tindakan masa lalu tersebut. Dilansir dari the Daily Telegraph, Joshua Cumberbatch membeli perkebunan Cleland yang berada di bagian utara pulau tersebut pada 1728. Ada 250 budak di sana sebelum akhirnya sistem tersebut dihapus setelah lebih dari seratus tahun setelahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada penghapusan perbudakan itu, keluarga Cumberbatch dan para pemilik perkebunan lainnya pun mendapatkan kompensasi dari pemerintah Inggris sekitar 6 ribu poundsterling (atau saat ini seharga 3,6 juta poundsterling).
Kini masyarakat di sana menuntut agar semua pemilik perkebunan dan pelaku perbudakan mendapatkan hukuman setimpal atas penderitaan yang dirasakan pendahulunya.
"Semua warga kulit putih keturunan pemilik perkebunan yang menikmati keuntungan dari perbudakan harus membayarkan ganti rugi, termasuk keluarga Cumberbatch," ujar Sekretaris Jendral Carribean Movement for Peace and Integration, David Denny.
Perbudakan memang menjadi salah satu hal yang kerap disuarakan olehnya. Seperti pilihannya untuk tampil dalam film Amazing Grace sebagai William Pitt yang menbahas soal penghapusan jual-beli budak.
Juga penampilannya sebagai William Ford, pemilik perkebunan di 12 Years a Slave yang mengundang pujian dari para kritikus.
Benedict Cumberbatch dikenal sebagai salah satu aktor yang jarang sekali tersentuh gosip-gosip miring di kehidupan pribadinya. Hal ini tentunya menjadi sebuah guncangan besar buat dia dan keluarga.
Pada 2015 lalu, Benedict Cumberbatch sempat menceritakan ibunya meminta agar ia tak menggunakan nama aslinya saat terjun di industri hiburan. Hal ini demi menghindari menjadi target dari para masyarakat Karibia yang menuntut ganti rugi atas dosa nenek moyang mereka.