Bicara Bali terhubung dengan gambaran atas liburan di pantai, kebudayaan yang eksotis dan luhur, ragam kuliner dan tentu saja pesta hiburan malam. Tapi, Bali tidak hanya sekadar itu, banyak yang percaya bahwa Bali adalah pulau para dewa.
Jejak sejarah dalam megahnya kerajaan adalah pilar dari pulau yang bertindak sebagai garda terdepan pariwisata Indonesia itu. Sejarah menuliskan ada sembilan dinasti kerajaan yang terbentang sejak sekitar abad ke-10. detikHOT bertolak ke Bali untuk bertemu salah satunya, anggota keluarga sekaligus tokoh yang mewakili sebuah keluarga besar nan dihormati, Tjokorda Ngurah Suyadnya dari The Royal Family Ubud.
Cok Wah, begitu Tjokorda Ngurah Suyadnya biasa disapa. Generasi ke-7, putra mahkota sekaligus anak dari Panglisir Agung Keluarga Puri Ubud, Tjokorda Gde Agung Suyasa, yang pada 2008, kepergiannya menjadi acara ngaben terbesar sepanjang sejarah Bali. Cok Wah juga bertindak sebagai pemilik tunggal Puri Langon Ubud yang terkenal dengan sentuhan emas di setiap sudut dekorasinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Puri Langon menjadi lokasi obrolan, tepat di teras kamar tidurnya, detikHOT dan Cok Wah berbicara atas banyak hal. Mencoba masuk lebih dalam lewat kacamata yang lebih ringan, untuk mengenal keluarga tersebut. Peran mereka dalam masyarakat, sekaligus pandang-pandangan terhadap modernitas. Itu mengapa, hal pertama yang dikatakan Cok Wah kepada detikHOT adalah, untuk tidak lagi menggunakan kata 'kerajaan' di masa penuh keterbukaan dan demokrasi seperti hari ini.
Siang itu, Cok Wah dan Puri Langon sedang berbenah untuk menyiapkan hajatan pernikahan anak laki-laki tertuanya. Sambil sesekali membakar rokok, dengan penuh canda-tawa, Cok Wah membuka cerita tentang silsilah salah satu keluarga paling terpandang di Nusantara itu.
"Anggota keluarga sendiri ada sekitar 200 orang. Kalau di dalam lingkaran Puri Ubud sendiri, terdiri dari 4 keluarga. Saya di Puri Saren Kauh, artinya di sisi barat, Puri Saren Tengah yang mana itu pusat. Lalu, kemudian saya mulai keluar dari Puri, bahasa Balinya itu ngarangin, membuat tempat yang terpisah, tapi setiap ada kegiatan ada yang besar tetap harus kembali ke pokok. Karena satu pertimbangan, atas seizin Penglingsir Penua Puri Ubud, Tjokorda Gde Putra Sukawati, saya kemudian membuat Puri Langon ini," kata Cok Wah. Kata Penglingsir sendiri merujuk pada orang yang dituakan atau bertindak sebagai pemimpin di Puri.
Bali bukan satu-satunya wilayah di Indonesia yang memiliki sejarah kerajaan yang kokoh. Yogyakarta salah satu daerah dengan keistimewaan tersebut. Apa kemudian bedanya antara keduanya?
![]() |
"Semua Puri di Bali itu terhubungan lewat satu wadah bernama Paiketan Puri Sejebag Bali. Kita rutin berkumpul dan harus kumpul semua untuk menentukan sikap. Tapi di Bali itu unik dan nggak bisa disama-samakan. Misalnya deh, ngomongin di tempat lain, di Inggris aja misalnya, mau masuk aja (ke wilayah kerajaan) gerbangnya banyak dan susah. Coba lihat di sini (Puri Langon), jangankan turis, buat anjing saja terbuka kok. Maka itu, patung-patung di sini menghadap ke keluar semua, biasanya orang membuatnya menghadap ke dalam. Artinya, arah patung itu kaya 'welcome'.
"Nama Langon sendiri juga ada artinya. Artinya supaya nge-langonin terus, biar kangen terus. Saya yakin, kalian datang ke sini hari ini, suatu saat pasti akan ada di sini lagi," sambungnya lagi menjelaskan Puri yang telah dibangun sejak 2007 itu. Menurut Cok Wah, ada alasan mengapa perlu sampai 15 tahun untuk mengerjakan Puri yang terdiri dari rumah tinggal, tempat berkumpul masyarakat, halaman luas dan hijau dan tempat beribadah itu.
"Ketika kita ngomong masalah seni, kita tidak bakal bisa selesai," ujarnya sambil tersenyum dan sedikit memamerkan betapa cantiknya Puri Langon di malam hari dengan temaram lampu bernuansa ungu.
![]() |
Bisnis The Royal Family Ubud hingga Kena Semprot Bule karena Rokok di Halaman Selanjutnya